Saturday, December 31, 2016

TANGGUNG JAWAB ILMUWAN TERHADAP MASA DEPAN UMAT MANUSIA


1.      Pendahuluan
Alam dan lingkungan merupakan ciptaan Allah SWT yang disediakan untuk makhluknya. Manusia sebagai khalifah di muka bumi bertugas untuk mengelola dan mengeksploitasi demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam rangka eksploitasi tersebut, tentu harus diimbangi dengan usaha agar kelestarian alam dan lingkungan tetap terjaga (keseimbangan ekosistem).  Penciptaan manusia diberi kemampuan untuk merenung dan menggunakan pikirannya agar dapat menalar (Nasoetion, 2008). Melalui kemampuan berpikir dan menalar membuat manusia dapat menemukan pengetahuan baru. Ilmu Pengetahuan merupakan alat bagi manusia, yang diciptakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Ilmu merupakan salah satu hasil usaha manusia untuk memperadab dirinya dan setiap ilmu tersebut dapat dianggap suatu sistem yang menghasilkan kebenaran. Kata Ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Qur’an. Dari segi bahasa ilmu adalah kejelasan (Quraish Shihab, 2004: 434). Kata ilmu sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu masdar dari ‘alima- ya’lamu berarti tahu atau mengetahui. Sementara menurut istillah ilmu diartikan idroku syai bihaqiqotih (mengetahui secara hakiki), dalam bahasa inggris ilmu diartikan science yang umumnya diartikan sebagai ilmu pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama (Jujun, 1998: 39).

Kemajuan yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini serta keberhasilan menerapkan pandangan-pandangan dan temuan-temuannya, bukan hanya memperluas cakrawala dan memperdalam kepemahaman manusia mengenai alam semesta, tetapi juga telah meningkatkan kemampuan kontrol manusia atas daya-daya alam bahkan atas kesadaran manusia lainnya. Kemajuan ilmu pengetahuan telah memberikan kepada manusia kekuasaan yang semakin besar atas realitas. Dengan  ilmu dapat diciptakan suasana yang lebih baik dan dengan demikian melalui ilmulah manusia dapat lebih mudah mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Meskipun  dalam perkembangannya kemajuan ilmu pengetahuan tidak selalu mensejahterakan manusia, tetapi banyak pula keburukan bahkan penderitaan yang dialami oleh manusia sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Sebagai sebuah disiplin ilmu dan keilmuan, didalamnya tekandung nilai-nilai seperti etika, moral, norma, dan kesusilaan. Demikian pula pada aplikasinya, seorang ilmuwan dalam kehidupan sehari-hari seakan dituntut untuk menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, baik saat berpikir maupun bertindak. Kendati tinggi ilmu seseorang, apabila tidak memiliki nilai-nilai yang sudah menjadi semacam aturan dalam kehidupannya dan tidak memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk kebaikan dan kemaslahatan orang banyak orang tersebut tidak akan dipandang tinggi.

Apakah ilmuwan memiliki tanggung jawab moral dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Para pendukung pemisahan ilmu pengetahuan dan teknologi dari campur tangan etika mengatakan bahwa pertanyaan ini tidak relevan, karena ilmuwan pasti memiliki tanggung jawab moral. Mereka biasanya mengatakan bahwa seorang ilmuwan pasti memiliki tanggungjawab moral yang besar, terutama dalam menjalankan proses penelitian secara ketat mengikuti logika pengembangan ilmu sebagaimana lazim dipraktikkan dalam sebuah komunitas ilmiah.

Jawaban semacam ini tampak tidak memuaskan, terutama ketika terjadi praktik penelitian yang tidak etis yang justru dilakukan oleh para ilmuwan yang sebenarnya tahu batas-batas penelitian yang etis dan tidak etis. Sebagai contoh, ilmuwan sekaliber Hwang Woo-suk, seorang guru besar bidang teriogenologi dan teknobiologi di Seoul National University harus diberhentikan dari perguruan tinggi terkemuka tersebut pada tanggal 20 Maret 2006 karena terbukti memfabrikasi sejumlah penelitian mengenai sel punca dan kemudian menerbitkannya di beberapa jurnal internasional dengan impact factor yang tinggi(Service RF., (2002). Lebih lanjut, ilmuwan psikologi sosial sekaliber Diederik Stapel yang menggegerkan komunitas ilmiah Belanda ketika pada tahun 2011 diketahui memanipulasi data-data penelitian untuk kepentingannya sendiri (Cate et al., 2013).

Sementara itu, penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri masih bersifat seperti dua sisi mata pedang, dimana satu sisinya bahwa ilmu pengetahuan akan memberikan manfaat yang mendorong kesejahteraan umat manusia dan di sisi lainnya dapat menghancurkan kehidupan manusia. Sebagai contoh, penggunaan zat-zat kimia dalam kemasan botol-botol semprot yang terdapat pada alat penyejuk ruangan dan lemari pendingin menyebabkan lubang pada lapisan ozon ((Nasoetion, 2008). Lebih lanjut, Ketika bom Hiroshima dan Nagasaki dijatuhkan oleh tentara AS pada 6 dan 9 Agustus 1945, Jepang luluh lantak dan menyatakan menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Tetapi di balik keberhasilan sekutu, Einstein, penemu Teori Relativitas—sebagai teori konstruk bom atom—merasa kecewa, karena bom atom telah membawa banyak korban tak bersalah dan kerusakan alam sedemikian hebatnya (Adisusilo, 1983: 96). Ia menyatakan, “Mengapa ilmu yang indah ini, yang menghemat kerja dan membikin hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit kepada kita? Dalam peperangan, ilmu menyebabkan kita saling meracuni dan menjegal. Ilmu yang seharusnya membebaskan dari pekerjaan yang melelahkan secara spiritual malahan menjadikan manusia budak-budak mesin…” (Suriasumantri, 1978: 249).

Demikian pula berkembangnya ilmu pengetahuan dalam bentuk rekayasa genetika, mulai dari kloning tumbuhan, hewan sampai manusia, memunculkan pro-kontra, tarik-ulur antara kelompok yang menolak dan kelompok yang mendukungnya, baik dari kalangan ilmuwan maupun agamawan. Artinya, perkembangan ilmu pengetahuan yang pada mulanya untuk menemukan pembuktian kebenaran ilmu pengetahuan, dalam kenyataannya bisa memunculkan dampak negatif yang demikian hebat bagi kehidupan manusia.

Hal tersebut hanya beberapa contoh dari ratusan bahkan ribuan kasus yang menunjukkan bahwa tanggung jawab moral penelitian tidak bisa dikembalikan kepada ilmuwan karena berbagai alasan sebagaimana akan didiskusikan dalam makalah ini. Apabila pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab moral, membiarkan tanggung jawab moral ke tangan peneliti tidak pernah bisa menjamin bahwa penelitian dan pengembangan teknologi akan selalu menghormati manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Justru sekarang mulai disadari bahwa tidak hanya peneliti terikat dengan kewajiban moral dalam memastikan bahwa penelitiannya akan dilaksanakan sesuai tuntutan etika penelitian, “kontrol”etika pun semakin meliputi wilayah-wilayah yang selama ini dianggap sebagai bukan ranah etika.

Dalam rangka menjawab permasalahan di atas, makalah ini berusaha mendudukkan ilmu pengetahuan dan perlunya ilmuwan dan teknologiwan memiliki etika dan moral pada tempat yang semestinya, dengan mengamati ruang, waktu dan kepentingan munculnya ilmu pengetahuan, sehingga pada akhirnya, ilmu pengetahuan tidak dikambing-hitamkan ketika muncul “kesalahan-kesalahan”. Selain itu, pertanggungjawaban ilmuwan terhadap masa depan umat manusia, semua dampak negative sains dan teknologi terus ditangani secara bersama-sama bukan saja oleh masyarakat, ilmuwan dunia dan juga oleh pemerintah semua negara yang didasarkan pada pandangan bahwa manusia di bumi memiliki tugas untuk mengelola sebaik-baiknya.

2.      Gangguan kesetimbangan kehidupan di Bumi
Lingkungan memang tengah mengalami kerusakan, kekhawatiran atas kerusakan tersebut, telah diakui adalah akibat ketidak seimbangan yang terjadi dan disebabkan intervensi manusia yang berlebihan (Mangunjaya, 2015). Kerusakan lingkungan ini mendorong para pemimpin dunia megadakan pertemuan puncak (Konferensi Tingkat Tinggi-KTT) tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brasil untuk membicarakan bagaimana nasib planet bumi dimasa depan. Saat pertemuan puncak Perserikatan BangsaBangsa (PBB) setelah (KTT Bumi) tahun 1992, maka disepakatilah tiga konvensi penting yang mengikat berbagai bangsa-bangsa di muka bumi untuk dapat melakukan sesuatu bagi keselamatan planet ini.

Menurut Nasoetion (2008), terdapat dua jenis pengaruh yang menjadi sumber malapetaka kehidupan di Bumi. Pengaruh pertama berasal dari kehidupan yang ada di Bumi dan pengaruh kedua yang berasal dari luar bumi. Terkait dengan kerusakan yang diakibatkan dari dalam bumi itu sendiri, Nasoetion (2008) menjelaskan bahwa telah terjadi pergeseran kesetimbangan dimana daya dukung bumi mengalami penurunan. Salah satu sumber yang menjadi penurunan daya dukung bumi adalah peningkatan populasi penduduk di bumi yang didorong oleh kemajuan teknologi di bidang kesehatan masyarakat. Hal ini mendorong faktor-faktor yang terkait dengan pertambahan populasi penduduk, misalnya keperluan sandang dan pangan, perluasan jaringan komunikasi, perluasan kawasan industry, pemukiman. Di satu pihak dibutuhkan lahan pertanian agar dapat mendukung kebutuhan pangan, tetapi di lain sisi dibutuhkan infrastruktur untuk kawasan pemukiman, jalan raya dan sarana administrasi.

Sebagai akibat dari pemenuhan kebutuhan penduduk tersebut, berdampak signifikan terhadap peningkatan pencemaran lingkungan oleh zat-zat kimia yang terjadi di semua ekosistem seperti perairan, tanah dan udara. Salah satu contoh adalah, susunan gas dalam udara yang berubah dan melubangi ozon di homosfer. Adanya lubang ozon ini dapat mengancam kehidupan manusia karena lolosnya sinar ultra violet yang menjadi salah satu penyebab penyakit kanker kulit dan katarak mata. Selain itu, terjadinya peningkatan temperature di bumi yang dapat melelehkan es di kutub utara maupun selatan yang mendorong terjadinya tenggelamnya beberapa pulau.

Ancaman perubahan iklim sesungguhnya sangat mengerikan, (Mangunjaya, 2015) menjelaskan bahwa jika manusia tetap tidak melakukan tindakan apa-apa atau business as usual (BAU) maka akan terjadi peningkatan suhu hingga 4°C, dan hal ini akan mengakibatkan dampak yang mengerikan: kota-kota pesisir terancam banjir, produksi pangan terancam turun yang tentu saja akan meningkatkan kasus malnutrisi disebabkan banyak kawasan kering yang akan semakin kering, dan kawasan basah menjadi lebih basah.

Sementara itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong manusia mampu merubah keadaan hidrologi lingkungannya (Nasoetion, 2008). Sebagai contoh, pembuatan saluran yang menyalurkan air laut menuju daratan dengan tujuan agar dapat menimbulkan kelembaban udara di daratan sehingga suasana terasa lebih nyaman. Sementara itu, pemerintah Uni Sovyet merubah aliran sungai yang semula di Arktika menjadi di Laut Kaspia dan Aral. Bertambahnya populasi manusia  mengakibatkan sebagian hutan dan lahan produksi pertanian menjadi pusat pemukiman yang dapat merubah siklus hidrologi sehingga air menjadi langka.

Di samping perubahan fisik di bumi akan terjadi pula perubahan susunan kimia atmosfer oleh kegiatan manusia yang menggeser perimbangan daur karbondioksida, daur mineral dan daur air. Sebagai akibat akan dapat terjadi perubahan cuaca dan iklim dan perubahan letak permukaan air laut. Sebagian daratan yang tadinya dihuni manusia akan tenggelam di bawah air, terutama dapat diperkirakan akan terjadi permukaan tepi pantai di pulau-pulau besar, sedangkan pulau-pulau kecil akan banyak tenggelam. Bagi sebagian orang di pulau seperti ini malapetaka dirasakan sebagai kiamat.

3.      Persoalan Etika Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berbeda dengan mitos dalam menjelaskan fenomena alam yang kompleks, termasuk soal bencana alam. Ketika terjadi gempa bumi,longsor, banjir, erupsi gunung, tsunami, luapan lumpur Lapindo/Lusi, dan bencana lainnya, para ahli geologi mencoba mencari penjelasan secara ilmiah berdasarkan fakta-fakta tabiat alam yang dikontruksikan oleh temuan-temuan ilmiah sebelumnya serta teori-teori yang dikembangkan secara sistematik (Ta’rifin A., 2010).

Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu memerlukan pertimbangan-pertimbangan dari dimensi etis dan hal ini tentu sangat berpengaruh pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan. Tanggung jawab etis ini menyangkut  kegiatan atau penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Sehingga seorang ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus selalu memperhatikan kodrat dan martabat manusia, ekosistem dan  bertanggung jawab terhadap kepentingan generasi yang akan datang dan kepentingan umum, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu bertujuan untuk pelayanan eksistensi manusia  dan bukan sebaliknya untuk menghancurkan eksistensi manusia itu sendiri.

Tanggung jawab ini juga termasuk berbagai hal yang menjadi sebab dan akibat ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa lalu maupun masa yang akan datang. Jadi bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghambat atau meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni kedewasaan untuk menentukan mana yang layak atau tidak layak, mana yang baik dan mana yang buruk.

Beberapa problem yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dicontohkan oleh Bakhtiar (2010) pada perkembangan  ilmu bioteknologi, perkembangan yang dicapai sangat maju seperti rekayasa genetika yang menghkhawatirkan banyak kalangan. Tidak saja para agamawan dan pemerhati hak-hak asasi manusia tetapi para ahli bioteknologipun juga semakin khawatir karena jika akibatnya tidak bisa dikendalikan  maka akan terjadi bencana  besar bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh adalah rekayasa genetika yang dahulunya bertujuan untuk mengobati penyakit keturunan seperti diabetes, sekarang rekayasa tidak hanya bertujuan untuk pengobatan tetapi untuk menciptakan manusia-manusia baru yang sama sekali berbeda baik secara fisik maupun sifat-sifatnya. Dengan rekayasa tersebut manusia tidak memiliki hak yang bebas lagi. Meskipun teori ini belum tentu terwujud dalam waktu singkat tetapi telah menimbulkan persoalan dan kekhawatiran di kalangan ahli etika dan para agamawan, apalagi jika jatuh pada penguasa yang lalim pasti dampaknya akan sangat membahayakan karena bisa menghancurkan eksistensi manusia  Maka disinilah diperlukan kedewasaan dari manusia itu sendiri untuk menentukan mana yang baik dan buruk bagi kehidupannya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghambat ataupun meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusianya itu sendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia dalam kebudayaannya. Kemajuan di bidang teknologi memerlukan kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya,yaitu kedewasaan untuk mengerti mana yang layak dan yang tidak layak,yang buruk dan yang baik (Melsen, 1992: 68).

Berikut ini ditampilkan secara umum sisi menguntungkan dan sisi merugikan dari hasil rekayasa teknologi manusia (Zubair, 2002: 133-138):
a.       Penggunaan penemuan hukum fisika modern yang ditimbulkan oleh rekayasa teknologi diikuti dengan jatuhnya bom atom di Hiroshima, telah membawa banyak korban.
b.      Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta rekayasanya dalam bidang industri, telah menghasilkan limbah –di antaranya plastik yang tidak dapat di daur ulang.
c.       Penemuan-penemuan senjata pembunuh massal baik senjata kimia,biologis, ekologis, psikologis beserta teknologi yang telah membayangi kepunahan manusia, membuat manusia dihantui oleh ketakutan dan neurosis yang seharusnya tidak perlu terjadi.
d.      Rekayasa teknik, misalnya telah menghasilkan pesawat jumbo jet DC-10 yang ternyata telah menewaskan 346 jiwa karena terdapat cacat pada desain pesawat tersebut.
e.       Rekayasa bioteknik berupa temuan tentang kode molekuler DNA membimbing manusia ke arah metode pengrusakan bagi kehidupan,penciptaan, penyakit baru, dan pengendalian pikiran.
f.       Penemuan rekayasa genetika, telah mengantarkan manusia kepada usaha mengklon mereka, yang pada dasarnya merendahkan derajat kemanusiaan pada umumnya.

Memang, rekayasa teknologi sebagai hasil keputusan tindakan manusia, berkembang dalam kebudayaan manusia dan sekaligus mempengaruhi kebudayaan manusia secara keseluruhan. Ia mengandung dua sisi, sebagaimana telah disebutkan di atas, yakni sisi menguntungkan dan sisi yang dapat mengarah ke hal-hal yang membahayakan manusia. Kenyataan ini menantang manusia lebih lanjut untuk menggunakan semaksimal mungkin daya akal budinya untuk menyelamatkan kehidupan manusia serta alam semesta.

Tugas terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan bantuan agar manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri manusia, tetapi juga merupakan hasil perkembangan dan kreatifitas manusia untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia baik dalam hubungan sebagai pribadi dengan lingkungannya, maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Allah SWT.

4.      Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dan Etika
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran yang mengatakan bagaimana seharusnya hidup, tetapi itu adalah ajaran moral. Ilmu Pengetahuan dan etika sebagai suatu pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku penyimpangan dan kejahatan di kalangan masyarakat. Ilmu pengetahuan dan etika diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral di lingkungan masayarakat sekitar agar dapat menjadi ilmuwan yang memiliki moral  dan akhlak yang baik dan mulia.

Sebagai suatu obyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu maupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dilakukan itu salah atau benar, baik atau buruk. Dengan begitu dalam proses penilaiannya ilmu pengetahuan sangat berguna dalam memberikan  arah atau pedoman  dan tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.

Etika memberikan batasan maupun standar yang mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya yang kemudian dirupakan ke dalam aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat diperlukan dapat di fungsikan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan tertentu terhadap segala macam tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Ilmu sebagai asas moral atau etika mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan universal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaannya (Adib, 2011). 

Masalah moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad nanusia untuk menemukan kebenaran. Sebab untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran diperlukan keberanian. Sejarah kemanusiaan telah mencatat semangat para ilmuwan yang rela mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan apa yang mereka anggap benar. Kemanusiaan tak pernah urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral maka ilmuwan akan mudah melakukan pemaksaan intelektual. Penalaran secara rasional yang telah membawa manusia mencapai harkat kemanusiaannya  berganti dengan proses rasionalisasi yang mendustakan kebenaran.

Maka inilah pentingnya etika dan moral dalam ilmu pengetahuan yang menyangkut tanggung jawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya ilmu pengetahuan juga mempunyai akibat positif dan negatif bahkan destruktif maka diperlukan nilai atau norma untuk mengendalikannya. Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak yang akan menjadi pengendali bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan  kebahagiaan manusia.

Tanggung jawab ilmu pengetahuan menyangkut juga tanggung jawab terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan di masa lalu, sekarang, maupun akibatnya bagi masa depan berdasarkan keputusankeputusan bebas manusia dalam kegiatannya. Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu aturan baik alam maupun manusia (Zubair, 2002: 56).

Hal ini tentu saja menuntut tanggung jawab untuk menjaga agar apa yang diwujudkan dalam perubahan tersebut berdampak positif, baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh. Dalam bahasa Melsen (1992:72), tanggung jawab dalam ilmu pengetahuan menyangkut problem etis, karena menyangkut ketegangan-ketegangan antara realitas yang ada dan realitas yang seharusnya ada.

Pada dasarnya, mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu pengetahuan harus sampai kepada rumusan normatif yang berupa pedoman pengarah konkrit, bagaimana keputusan tindakan manusia di bidang ilmu pengetahuan harus dilakukan. Moralitas/etika sering dipandang banyak orang sebagai konsep abstrak yang akan mendapatkan kesulitan apabila harus diterapkan begitu saja terhadap masalah manusia konkrit. Realitas permasalahan manusia yang bersifat konkrit-empirik, seolah-olah mempunyai “kekuasaan” untuk memaksa rumusan moral sebagai konsep abstrak menjabarkan kriteria-kriteria baik-buruknya sehingga menjadi konsep normatif, secara nyata sesuai dengan daerah yang ditanganinya.

5.      Pengertian etika dan moral
Secara etimologis etika berasal dari kata ethos yang berarti adat, kebiasaan atau susila. Dalam filsafat etika membicarakan tentang tingkah laku atau perbuatan manusia dalam kaitan antara baik dan buruk. Baik dan buruk adalah suatu penilaian atas apa yang bisa dilihat dan dirasakan seperti perbuatan dan tingkah laku. Sedangkan untuk hal-hal yang menyangkut aspek motif atau watak, sulit dinilai. Secara garis besar ada dua macam etika yaitu etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif hanya bersifat menggambarkan, melukiskan dan menceritakan sesuatu seperti apa adanya tanpa memberikan penilaian atau pedoman tentang bagaimana seharusnya bertindak. Sedangkan etika selain memberikan penilaian baik dan buruk juga memberikan pedoman mana yang harus diperbuat dan yang tidak (Bakhtiar, 2010).

Dalam bahasa Yunani, ethika berati ethikos yang mengandung arti karakter, kebiasaan, kecenderungan dan sikap yang menagandung analisis konsep-konsep seperti harus, benar salah, mengandung pencarian watak ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral atau mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral. Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moral (Jujun, 2001).

Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan. Tanggung jawab etis merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga kesimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan bersifat universal. Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia (Zubair,2002: 49).

Moral berasal dari bahasa Latin moralis (kata dasar mos, moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Moral berarti sesuatu yang menyangkut prinsip benar salah, dan salah satu  dari suatu perilaku yang menjadi standar perilaku manusia. Bila dijabarkan lebih lanjut moral mengandung empat pengertian: i)baik-buruk, benar-salah dalam aktifitas manusia, ii) tindakan yang adil dan wajar, iii) kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah, dan kepastian untuk mengarahkan orang lain agar sesuai dengan kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah dan iv) Sikap seseorang dalam hubungannya dengan orang lain (Kebung, 2011).

Moral terkait dengan kegiatan manusia dari sisi baik/buruk, benar/salah dan tepat/tidak tepat. Gazalba (1981), menyatakan, bahwa moral dalam bahasa Indonesia disebut susila. Kata susila memiliki arti antara lain; adat-istiadat yang baik; sopan santun; kesopanan; keadaban; pengetahuan tentang adab; dan ilmu adab (Anonim, 1994). Selanjutnya Gazalba (1981) menyatakan bahwa moral itu sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Dia menyimpulkan bahwa moral itu suatu tindakan yang sesuai dengan ukuran tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.

Kata moral selalu mengacu kepada baik buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Jadi menurutnya yang menjadi permasalahan bidang moral adalah apakah manusia ini baik atau buruk (Suseno, 1987).

6.      Sikap llmiah  dan tanggung jawab Ilmuwan
Ilmu adalah suatu cara berpikir tertentu mengenai suatu obyek dengan pendekatan yang khas sehingga menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan ilmiah, dalam arti bahwa sisten dan struktur ilmu itu dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang bersifat kritis, rasional dan logis, obyektif dan terbuka. Namun yang juga penting adalah apakah pengembangan pengetahuan ilmiah itu membawa dampak positif`dan baik  bagi manusia atau sebaliknya justru membawa keburukan. Oleh karena itu penting sekali sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan. Dan di sini letak moralitas dari seorang ilmuwandalam penembangan ilmu, baik itu menyangkut tanggungjawabnya terhadap tata alamiah, terhadap manusia maupun terhadap Allah SWT.

Sikap ilmiah yang sesuai bagi seorang ilmuwan antara lain (Sya'roni, 2014) :
a.       Tidak adanya rasa pamrih yaitu suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif
b.      Bersikap selektif yang menyangkut cara mengambil kesimpulan yang beragam, macam-macam metodologi dan lain-lain.
c.       Selalu tidak merasa puas dengan hasil penelitiannya sehingga selalu ada dorongan untuk melakukan riset dalam hidupnya.
d.      Memiliki sikap etis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demi kebahagiaan manusia dan untuk pembangunan bangsa dan negara

Ilmu pengetahuan menghasilkan teknologi yang diterapkan pada masyarakat. Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diperhatikan dengan sebaik-baiknya.

Proses transformasi ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan oleh masyarakat tidak terlepas dari ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuwan tidak berhenti pada penelaah dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggungjawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.  Sekiranya hasil karya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan maka dia diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat tersebut. Dengan perkataan lain, penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Peranan individu inilah yang bersifat dominan dalam kemajuan ilmu yang dapat mengubah wajah peradaban. Kreatifitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu berjalan secara efektif. Maka jelaslah bahwa seorang  ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat, namun yang lebih penting adalah adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat (Suseno, 1987).

Implikasi penting dari tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah bahwa setiap pencarian dan penemuan kebenaran secara ilmiah harus disertai dengan landasan etis yang utuh. Proses pencarian dan penemuan kebenaran ilmiah yang dilandasi etika, merupakan kategori moral yang menjadi dasar sikap etis seorang ilmuwan. Ilmuwan bukan saja berfungsi sebagai penganalisis materi tersebut, tetapi juga harus memiliki moral yang baik.
Kaum ilmuwan tidak boleh menganggap ilmu dan teknologi adalah segala-galanya, masih terdapat banyak lagi sendi-sendi lain yang menyangga peradaban manusia dengan baik. Demikian juga masih terdapat kebenaran-kebenaran lain disamping kebenaran keilmuan yang melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki. Jika kaum ilmuwan konsekuen dengan pandangan hidupnya baik secara moral maupun intelektual maka salah satu penyangga masyarakat modern ini, yaitu ilmu pengetahuan akan berdiri secara kokoh.

Di bidang etika tanggung jawab ilmuwan bukan lagi hanya memberikan informasi namun juga memberikan contoh bagaimana bersifat obyektif, terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh pada pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin berdasarkan rasionalitas dan metodologis yang tepat. Secara moral seorang ilmuwan tidak akan membiarkan hasil penelitiannya digunakan untuk tujuan yang melanggar asas-asas kemanusian (Susanto, 2011).

Pengetahuan merupakan sarana yang dapat digunakan untuk  kemaslahatan manusia dan dapat pula disalahgunakan. Sehingga tanggung jawab ilmuwan sangatlah besar, tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral. Jika ilmuwan telah dapat memenuhi tanggung jawab sosialnya, maka ilmu penetahuan itu akan berkembang dengan pesat, ilmu pengetahuan itu akan dapat memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia, dan ilmu pengetahuan itu tidak akan menimbulkan kerusakan dan konflik di masyarakat.
Menurut Forge (2008), ada tiga jenis tanggung jawab peneliti yang harus diperhatikan dalam setiap penelitian, yaitu:
a.       Pertama, peneliti yang etis memikul tanggung jawab sosial karena menyadari bahwa seluruh karya yang dia hasilkan juga memiliki konsekuensi di luar institusi dan komunitas ilmiah. Dalam konteks ini, seorang ilmuwan menyadari bahwa penelitian dan publikasi yang dia hasilkan memiliki potensi mengubah masyarakat baik secara langsung ataupun tidak. Dapat dikatakan bahwa setiap peneliti harus mempertimbangkan dampak sosial dalam setiap penelitiannya bahkan sejak tahap merancang sebuah penelitian. Meskipun demikian, tanggung jawab sosial seorang ilmuwan sangat dituntut terutama ketika berhadapan dengan berbagai konsekuensi negatif yang ditimbulkan oleh sebuah penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (Barnaby,2000). Semakin sebuah penelitian memiliki dampak buruk bagi kehidupan masyarakat, semakin berat beban moral dan tanggung jawab sosial yang harus dipikul. 
b.      Kedua, posisi penulis mengenai pentingnya melampaui standar dan kendali komisi etika penelitian sebenarnya berhubungan dengan tangung jawab jenis kedua yang harus diperhatikan setiap peneliti, yakni tanggung jawab moral. Penulis mengajukan hipotesa bahwa penelitian dan aplikasi ilmu pengetahuan yang merusak dan merugikan manusia dan alam seharusnya dapat diatasi sejak dini jika saja setiap peneliti mentaati prinsip-prinsip moral penelitian yang dipelajari dan diinternalisasinya selama pendidikan formal.
c.       Ketiga, setiap peneliti yang etis juga memikul tanggung jawab legal. Jenis tanggung jawab ini biasanya berhubungan dengan berbagai pelanggaran atau tindakan salah (misconduct) dan ketidaktaatan pada prosedur penelitian. Dari perspektif komisi etika penelitian, seorang peneliti yang memiliki tanggung jawab legal harus mampu menjawab pertanyaan seputar apakah penelitian yang dilakukan itu sudah sesuai dengan standar-standar ilmiah penelitian? Apakah ada lembaga atau komunitas ilmiah yang telah menjamin keabsahan prosedur tersebut? Apakah subjek penelitian telah memahami dengan baik keterlibatannya dalam penelitian sebelum menandatangani informed consent? Apa konsekuensi legal yang timbul jika penelitian diteruskan atau bahkan penelitian gagal mencapai hasil sebagaimana diharapkan? Apakah penelitian yang dilakukan itu bertentangan dengan suatu undang-undang tertentu yang berlaku di negara tersebut? Jika terjadi pelanggaran dalam sebuah penelitian, sejauh mana peneliti dapat dimintai tanggung jawab? Apakah institusi tempat peneliti bernaung juga akan ikut bertanggung jawab atas kegagalan sebuah penelitian?

Tanggung jawab ilmuwan tentu lebih banyak berkaitan dengan aksiologi, bukan dalam epistemologi semata. Ada dua kutub berkenaan dengan aksiologi, pertama yang berpandangan bahwa seorang ilmuwan harus netral, tidak ikut bertanggung jawab.Ia hanya dituntut dalam epistemologi, tetapi dari segi aksiologi berlepas diri. Kedua, bahwa seorang ilmuwan dibebani tanggung jawab hingga aspek aksiologi (Buseri, 2014).

Tanggung jawab seorang ilmuwan menyangkut tanggung jawab moral segi profesional dan segi moral. Atau dimaksudkan dengan tanggung jawab segi profesional adalah dalam kaitan epistemologi, mencakup asas kebenaran, kejujuran, tanpa kepentingan langsung, menyandarkan kepada kekuatan argumentasi, rasional, objektif, kritis, terbuka, pragmatis, dan netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatis dalam menafsirkan hakikat realitas. Sedangkan yang dimaksud tanggung jawab moral adalah dalam hubungan membentuk tanggung jawab sosial.yakni pada dasarnya ilmu pengetahuan digunakan untukkemaslahatan manusia. Ilmu digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian lingkungan alam (Jujun, 2001).

Untuk mengatasi berbagai problema ilmu pengetahuan, van Melsen (1992) menawarkan konsep kewajiban etis dan keinsyafan etis.Kewajiban etis ialah selalu menyadari adanya ketegangan antara yang seharusnya ada dan yang pada kenyataannya ada. Sedangkan keinsyafan etismenyangkut juga ketegangan antara yang sehrusnya ada dan yang pada kenyataannya ada tetapi dalam suatu kerangka yang lebih luas, sebab tidak menyangkut apa yang seharusnya ada begitu saja melainkan apa yang sebetulnya seharusnya ada seandainya kemungkinan-kemungkinan realitas lain daripada keadaan yang nyata. Secara singkat secara etis, manusia–ilmuwan-dituntut melalui ilmu pengetahuan untuk menghantarkan kepada tujuan hakiki yaitu memajukan keselamatan manusia dan mewujudkan manusia sebagaimana seharusnya ada. Ke arah inilah harapan dunia dewasa ini karena kalau tidak maka kehancuran manusia di ambang pintu.

7.      Kesimpulan
Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah manusia yang bertujuan untuk menemukan kebenaran tak terlepas dengan manusia (ilmuwan). Ditinjau dari segi fungsinya, ilmu berfungsi untuk menerangkan dan meramalkan/mengontrol memahami dan menafsirkan gejala alam- termasuk manusia - agar manusia dapat mengambil manfaat daripadanya. Dalam proses sejarah, ilmu pengetahuan telah berhasil membebaskan manusia dari berbagai problema kehidupan. Manusia bebas dari kebodohan, kerutinan takhayul dan prasangka sehingga memberikan kemungkinan untuk lebih kreatif. Tetapi ilmu pengetahuan dalam perkembangan mutakhir telah menjadi bomerang bahkan mengikat manusia. Perkembangan teknologi yang didasari oleh kebutuhan dalam membuat kehidupan manusia menjadi lebih nyaman mendorong terjadinya ketidaksetimbangan kehidupan di bumi. Ilmu dimasa depan tergantung kepada para ilmuwan, oleh karena itu ilmuwan sewaktu berkifrah dalam penelitian harus benar-benar menghayati epistimologi dan aksiologi ilmu. Demikian pula para ilmuwan harus menghayati variabel negatif ilmu untuk dijadikan input positif, demikian pula variabel positif ilmuwan. Keduanya harus dijadikan input positif dalam menyusun strategi penelitian untuk sampai kepada tujuan akhir ilmu pengetahuan yakni menghantar manusia kepada keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan.

Daftar Pustaka
Adib M., 2011, Filsafat Ilmu ( Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pngetahuan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Adisusilo, Soetarjo,1983, Problematika Perkembangan Ilmu, Yogyakarta:Kanisius.

Anonim, 1994, Tim Penyusun Kamus Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. ke-3, hal., 980., Jakarta: Balai Pustaka

Bakhtiar  A., 2010, Filsafat Ilmu, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Barnaby, W. (2000). “Science, technology, and social responsibility”, Interdisciplinary Science reviews, 25 (1):20–23.

Cate, O., Brewster, D., Cruess, R., Calman, K., Rogers, W., Supe, A., & Gruppen, L. (2013). Research fraud and its combat: what can a journal do? Medical education, 47(7), 638-640.

Forge, J. (2008). The responsible scientist: A philosophical inquiry. University of Pittsburgh Pre.

Gazalba S., 1981, Sistematika Filsafat IV, Jakarta: Bulan Bintang, cet, ke-3, h. 512.

Hansson, S. O. (2011). Do we need a special ethics for research?. Science and engineering ethics, 17(1), 21-29.

Jujun S. 2001. Ilmu Dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Buseri K., 2014, Ilmu,  Ilmuwan, dan Etika Ilmiah, AL-BANJARI, Vol. 13, No.2, hlm. 225-242,

Kebung K., 2011  Filsafat Ilmu Pengetahuan, Pustakaraya, Jakarta

Susanto A., 2011, Filsafat Ilmu:Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologisdan Aksiologis,Jakarta: Bumi Aksara, h.172.

Suseno F.M., 1987, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, h. 18-20, Yogyakarta: Kanisius.

Mangunjaya F., 2015, Kerusakan Lingkungan: Epistemologi Sains Islam dan Tanggung Jawab Manusia, TEOLOGIA, VOLUME 26, NOMOR 1.

Nasoetion A.H., 2008, Pengantar ke Filsafat Sains, Cetakan Keempat, Pustaka Litera AntarNusa, Bogor.

Shihab. M.Quraish. 2004. Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat. Mizan. Bandung.

Service RF., (2002). Scientific misconduct. Bell Labs fires star physicist found guilty of forging data. Science, Oct. 298(5591),30-1.

Suriasumantri, Jujun S, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik. Jakarta: Gramedia, 1987.

Sya'roni M., 2014, ETIKA KEILMUAN: Sebuah Kajian Filsafat Ilmu, TEOLOGIA, VOLUME 25, NOMOR 1.

Ta’rifin A., 2010, TANGGUNG JAWAB ILMU PENGETAHUAN: Pergulatan Antara Kaum Pragmatis dan Puritan-Elitis, RELIGIA Vol. 13, No. 2, Hlm. 255-268

van Melsen, A. G. M. 1992, Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita Terj. Dr. K. Bertens, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Zubeir, Ahmad Charis, 2002, Kajian Filsafat Ilmu, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia, Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.


No comments:

Post a Comment

Sertifikasi Ekolabel Pada Industri Kertas

Terdapat beberapa kriteria yang harus dilakukan oleh sebuah industri apabila ingin mendapatkan sertifikasi ekolabel, hal ini termasuk dalam ...