Monday, January 30, 2017

Pengelolaan limbah elektronik di negara berkembang


1.      Limbah elektronika
Peralatan listrik dan elektronik memiliki kontribusi yang besar dalam kehidupan manusia. Kemajuan penemuan teknologi dalam produk elektronik mampu menyederhanakan aktivitas manusia baik di kantor maupun di rumah. Sebagai hasilnya, perangkat elektronik tampaknya sangat sulit untuk dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Laju inovasi teknologi pada perangkat listrik dan elektronik yang bergerak lebih cepat dari yang diharapkan. Akibatnya, keberadaan peralatan listrik dan elektronik menjadi lebih pendek dan menjadi usang. Dengan demikian, semakin banyak peralatan elektronika yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, maka hal ini juga akan berdampak secara signifikan terhadap peningkatan terhadap laju timbulan limbah elektronika di tempat pembuangan sampah.

Hampir dapat dipastikan bahwa seluruh negara di dunia ini berhadapan dengan masalah serius terkait dengan limbah elektronika. Tidak ada definisi secara detail yang menjelaskan pengertian dari limbah elektronika. Akan tetapi, di beberapa Negara maju seperti di Eropa memberikan definisi limbah peralatan listrik dan elektronika sebagai suatu bagian produk dari peralatan atau produk-produk listrik dan elektronika termasuk seluruh komponen dan sub komponennya yang telah melewati usia pakainya (Shah dan Batool, 2015; Sthiannopkao dan Wong, 2013,). Peralatan listrik dan elektronika yang dimaksudkan adalah semua jenis perlengkapan yang menggunakan listrik sebagai sumber pembangkitnya.

Terdapat beberapa sumber penghasil limbah elektronika, misalnya: rumah tangga dan perkantoran baik pemerintah maupun swasta. Akan tetapi, sampah elektronika lebih banyak dihasilkan dari rumah tangga. EU directive 2002/EC memberikan kategori peralatan listrik dan elektronika yang biasa disebut dengan limbah elektronika, antara lain (Lertchaiprasert dan Wannapiroon,  2013) :

1.      Peralatan rumah tangga besar                   6. Alat-alat listrik dan elektronika
2.      Peralatan rumah tangga kecil                   7. Mainan anak-anak dan peralatan olahraga
3.      IT dan peralatan telekomunikasi              8. Peralatan medis
4.      Peralatan konsumen                                 9. Instrument monitoring dan control
5.      Peralatan pencahayaan                             10. Dispenser otomatis

Peralatan elektronika dapat tersusun dari beberapa fraksi material yang berbeda (Yong Kang and Schoenung, 2005). Lebih lanjut, produk-produk elektronik banyak mengandung bahan yang membutuhkan penanganan khusus, seperti timbal, merkuri, arsenik, krom, cadmium, dan plastik dimana seluruh jenis material tersebut mampu melepaskan, antara senyawa yang beracun seperti dioksin dan furan (Wong et al., 2007; Shah dan Batool, 2015). Hal ini berisi lebih dari 1000 zat yang berbeda, yang dapat dikategorikan sebagai bahan "berbahaya" dan "non-berbahaya" (Mohan dan  Chaithanya Sudha, 2015).

Lebih lanjut, Mohan dan dan  Chaithanya Sudha, 2015 menyatakan bahwa komposisi limbah elektronik terdiri dari Besi dan baja sekitar 50%, plastik (21%), logam non-ferrous (13%) dan konstituen lainnya. logam non-ferrous terdiri dari logam seperti tembaga (Cu), aluminium (Al), dan logam mulia seperti perak (Ag), emas (Au), platinum, palladium. Kehadiran unsur-unsur seperti timbal, merkuri, arsenik, kadmium, selenium dan kromium heksavalen dan flame retardants di luar jumlah ambang batas menjadikan limbah elektronika sebagai limbah berbahaya.  

2.      Laju timbulan limbah elektronika di Indonesia dan negara berkembang
Salah satu faktor yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan limbah elektronika adalah laju timbulannya. Laju timbulan limbah elektronika ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti penemuan dan inovasi yang sangat cepat pada teknologi produk elektronika, harga yang bervariasi dan kemajuan dalam media dan dunia elektronika yang memaninkan peranan penting dalam laju timbulan limbah tersebut (Shah dan Batool, 2015). Berdasarkan data dari BPS (2015), melaporkan bahwa kepemilikan produk elektronika baik telepon genggam maupun laptop/komputer mengalami peningkatan yang signifikan mulai tahun 2011 sampai dengan 2014. Sebagai contoh, kepemilikan telepon genggam pada tahun 2011 sebanyak 2425299 menjadi 2554283 di tahun 2014, sementara itu kepemilikan laptop/komputer pada tahun 2011 sebanyak 761690 menjadi sebanyak 908201 di tahun 2014. Tidak ada keterangan secara detail yang dilaporkan oleh BPS terkait dengan jenis dan karakteristik dari telepon genggam maupun laptop/komputer. 

Studi yang dilakukan oleh Rimantho dan Nasution (2016), mencatat bahwa laju timbulan sampah elektronika di DKI Jakarta adalah sekitar 6.206,141 kg/tahun atau setara dengan 5,173 kg per orang/tahun. Lebih lanjut, penelitian tersebut menginvestigasi sejumlah 400 responden dari rumah tangga. Studi tersebut juga memperkirakan bahwa laju timbulan limbah elektronika di DKI Jakarta sekitar 124 juta kg pada tahun 2025. Lebih lanjut, sebuah studi yang dilakukan di Hyderabad dan Bangalore di negara India untuk mengetahui generasi limbah elektronika komputer, printer, televisi, dan penggunaan ponsel diperoleh 36,027.90 kg dari 246 sampel di kota Hyderabad dan 48,254.55 kg di kota Banglore dengan jumlah 148 sampel. Sementara itu, Tiep et al., (2015) mencatat terdapat sekitar 1,71 untuk telpon genggam, 0,78 komputer pribadi dan 0.75  televisi dari 345 rumah tangga di Malaka-Malaysia. Sementara itu, Shumon et al., (2014) menjelaskan bahwa laju timbulan sampah di Malaysia secara umum mengalami trend kenaikan sekitar 40.000 ton di tahun 2007 menjadi 134.000 ton di tahun 2009.

Pada tahun 2012 jumlah laju timbulan limbah elektronika di Kamboja dapat diperoleh informasi bahwa TV sejumlah 40,983.00 kg, sedangkan AC sekitar 13,318.80 kg, Music Player 2,016.24 kg, dan Personal Komputer sekitar 1,310.40 kg (Sothun., 2012). Dalam kurun waktu selama 15 tahun sejak tahun 1995 sampai dengan 2010 terdapat sekitar 39.300.000 produk elektronika di Filipina, dimana 20.2 juta digunakan kembali, 8,4 juta di daur ulang, 20 juta disimpan dalam rumah dan 24,3 juta dibuang (Alam, 2016). Lebih lanjut, Departemen Pengendalian Pencemaran Thailand melaporkan bahwa laju timbulan limbah elektronika untuk delapan jenis peralatan rumah tangga di Thailand sekitar 376.801 ton pada tahun 2014 dan 384.233 ton pada tahun 2015 (Pookkasorn dan Sharp, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Alam dan Bahauddin, (2015) mencatat bahwa terdapat hamper 2,7 metrik ton limbah elektronika yang dihasilkan di Bangladesh, dimana pada tahun 2006 terdapat sekitar 600.000 personal computer, 1.252.000 televisi dan 2.200.000 mesin pendingin. Bangladesh juga merupakan salah satu negara yang menghasilkan limbah elektronika tertinggi di dunia dan juga merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan pembuangan limbah elektronika dari negara-negara maju.

3.      Dampak limbah elektronika terhadap kesehatan manusia
Perangkat elektronika telah banyak digunakan dalam dunia modern, dimana tujuan dari penciptaan produk elektronika dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia. Perangkat elektronika tersebut terbuat dari beberapa komponen dimana terdiri dari berbagai material yang terkandung di dalamnya. Komposisi limbah elektronika secara umumnya beragam dan dikategorikan sebagai berbahaya dan tidak berbahaya. Secara garis besar, limbah elektronika terdiri dari fraksi logam besi dan non-ferrous, kaca, plastik, kayu dan kayu lapis, beton, keramik, papan sirkuit, karet dan barang-barang lainnya (Omole et al., 2015). Limbah elektronika digambarkan sebagai salah satu sisi gelap dari era digital modern yang menimbulkan masalah bagi lingkungan (Soroush et al., 2012). Sehingga, karena komposisi yang terdapat dalam limbah elektronika yang tersusun dari berbagai zat-zat yang beracun memiliki potensi untuk memberikan dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan manusia. Robinson (2009) menyampaikan bahwa sampah elektronika yang tidak terkelola dengan baik memunculkan masalah pada lingkungan. Dimana, lingkungan akan tercemar karena komponen dalam kandungan limbah elektronika berpotensi mencemari air dan sistem perairan, tanah, udara dan kesehatan manusia.

   Paparan komponen dari limbah produk-produk elektronika dapat mendorong terjadinya penurunan kualitas kesehatan manusia. Sebagai contoh, bahan tercemar arsenic (As) akan menimbulkan gangguan mata, kulit, darah dan liver. Kontaminasi limbah elektronika pada manusia dapat melalui berbagai cara seperti melalui makanan, udara dan lain-lain (Robinson, 2009). Studi yang dilakukan Leung et al., (2008) mengevaluasi logam berat yang diperoleh dari lokasi proses daur ulang papan sirkuit (PCB) dengan menggunakan metode ICP-OES dengan hasil bahwa kandungan logam berat seperti Cd, Co, Cr, Cu, Ni, Pb, Zn memiliki tingkat konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dengan lokasi lain di kota Guiyu-China. Lebih jauh, peneliti tersebut juga menyatakan bahwa daur ulang papan sirkuit memiliki potensi untuk menimbulkan risiko kesehatan yang serius bagi pekerja dan penduduk lokal Guiyu, terutama anak-anak, dan menjamin penyelidikan mendesak ke dalam dampak kesehatan logam berat terkait.

Pekerja daur ulang pada aktivitas pembongkaran dan pembakaran limbah elektronik untuk mengambil logam berharga dan bahan lain berpotensi terpapar bahan kimia berbahaya seperti logam berat, PAH dan asam anorganik, yang memiliki potensi risiko kesehatan untuk jangka panjang dan serius (Caravanos et al., 2011). Terpaparnya manusia oleh logam berat atau zat berbahaya dari limbah elektronika biasanya dikarenakan manusia mengkonsumsi air dan tanaman yang tercemar sehingga mendorong munculnya gangguan system saraf pusat, masalah ginjal, keracunan darah serta kegagalan fungsi organ vital terutama pada anak-anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Frazzoli et al., (2010) mendiskusikan terkait dengan konsep keberlanjutan kesehatan yang diakibatkan dari proses daur ulang limbah elektronika di negara-negara berkembang. Lebih lanjut, peneliti tersebut juga menyampaikan bahwa gangguan kesehatan tersebut dialami secara turun temurun pada warga miskin yang sebagian besar terdapat di China, dimana paparan lintas generasi tersebut terjadi karena pemberian ASI pada bayi atau anak kecil. Sehingga, gangguan endokrin dan neurotoksisitas menjadi masalah yang cukup serius akibat aktivitas daur ulang limbah elektronika (Frazzoli et al., 2010). Selanjutnya, senyawa organik persisten seperti polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) dan polychlorinated biphenyls (PCB) dapat mengekspos pekerja dan penduduk local melalui inhalasi, paparan dermal bahkan asupan oral (makanan yang terkontaminasi (Vetrivel dan Devi 2012). Selain itu, studi yang dilakukan oleh Okorhi et al., (2015) merangkum beberapa dampak kesehatan yang diakibatkan oleh logam berat akibat aktivitas daur ulang limbah elektronika, misalnya paparan timbal dapat mendorong terjadinya kerusakan pada system saraf pusat, penurunan IQ pada anak-anak, peningkatan tekanan darah dan hipertensi pada orang dewasa, peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, mempengaruhi system darah dan ginjal pada manusia, kemandulan dan keguguran, gangguan hormone endokrin dan menghambat berbagai enzin metabolism hemoglobin sehingga mengurangi keseimbangan oksigen dan volume pernafasan (Okorhi et al., 2015).

4.      Dampak limbah elektronika terhadap lingkungan

Proses daur ulang limbah elektronika di negara-negara berkembang telah meningkatkan kepedulian bagi para pemerhati lingkungan akibat adanya bahan-bahan berbahaya yang berpotensi dibuang bersama limbah padat lainnya di pembuangan terbuka maupun di daerah perairan. Lebih lanjut, metode pengelolaan dan daur ulang yang masih sederhana di negara-negara berkembang menyebarkan polutan dari limbah elektronika ke lingkungan melalui air, udara dan tanah (Caravanos et al., 2011).

Sebuah studi yang dilakukan oleh Nnorom et al., (2010) mengevaluasi konsentrasi timbal (Pb) dalam monitor televisi di Nigeria dengan menggunakan metode EPA SW846 Method 1311 melalui uji TCLP, dimana diperoleh hasil bahwa konsentrasi Pb lebih tinggi dari batas standard yang ditentukan dan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan. Sementara itu,  menurut Leung et al., (2008), debu merupakan salah satu media di lingkungan yang dapat memberikan informasi secara signifikan terkait dengan tingkat, distribusi dan nasib kontaminan yang ada di lingkungan, dimana debu hampir sama dengan partikulat tersuspensi di atmosfer yang merupakan indikator polutan di atmosfer.

Salah satu komponen yang terdapat dalam limbah elektronika adalah plastik, dimana Polyvinyl chloride (PVC) sering digunakan dalam produk-produk elektronika yang mengandung 56% klorin dan dapat menghasilkan sejumlah besar gas hydrogen klorida saat dibakar, serta menghasilkan asam klorida saat bercampur dengan air (Soroush et al., 2012). Beberapa sampel udara diambil dan diteliri dari lokasi daur ulang di sekitar Agbogbloshie Market di Accra, Ghana, dimana hasil dari uji terhadap logam berat menunjukkan bahwa lokasi tersebut telah terjadi peningkatan kadar aluminium, tembaga, besi, timah dan seng yang menyebabkan kontaminasi pada udara ambien (Caravanos et al., 2011).

Sebuah studi tentang kontaminasi logam berat di tanah dari limbah elektronika di Bangkok menunjukkan bahwa beberapa logam berat seperti tembaga (Cu), timbal (Pb) dan Seng (Zn) terdeteksi lebih tinggi dari standard yang ditentukan (Pookkasorn dan Sharp, 2016). Kondisi yang sama juga terjadi di Agbogbloshie Market di Accra, Ghana yang memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi pada tanah di pusat daur ulang limbah elektronika (Caravanos et al., 2011).

Potensi risiko pencemaran yang diakibatkan dari proses daur ulang limbah elektronika juga terjadi pada lingkungan perairan melalui kegiatan proses pencucian dengan menggunakan bahan kimia asam dari proses hidrometalurgi (Robinson, 2009). Evaluasi kualitas lingkungan yang dilakukan oleh Wand dan Guo (2006) terhadap dampak industry daur ulang limbah elektronika di Guiyu-China dengan mengambil beberapa sampel pada air tanah menunjukkan tingkat konsentrasi logam berat lebih tinggi dari standar kualitas lingkungan di China. Sementara itu, tabung televise CRT juga berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap air tanah akibat proses pencucian dengan menggunakan bahan kimia asam pada konsentrasi yang tinggi (Nnorom et al., 2010)

5.      Kesimpulan
Kemajuan penemuan teknologi dalam produk elektronik mampu menyederhanakan aktivitas manusia baik di kantor maupun di rumah. Definisi limbah peralatan listrik dan elektronika adalah suatu bagian produk dari peralatan atau produk-produk listrik dan elektronika termasuk seluruh komponen dan sub komponennya yang telah melewati usia pakainya. Kehadiran bahan-bahan berbahaya yang ada dalam produk elektronika di luar jumlah ambang batas menjadikan limbah elektronika sebagai limbah berbahaya. Limbah elektronika mempunyai kontribusi yang signifikan pada penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. Sehingga, perlu dilakukan studi atau kajian lebih terintegrasi terkait faktor-faktor yang dapat menurunkan risiko terhadap kesehatan manusia maupun lingkungan di Indonesia.


Daftar Pustaka:
Alam M., Bahauddin K.M., 2015, Electronic Waste in Bangladesh: Evaluating The Situation, Legislation and Policy and Way Forward  With Strategy and Approach, PESD, VOL. 9, no. 1, DOI 10.1515/pesd-2015-0005

Alam Z.F., 2016, The Assessment of the of E-Waste Management Generated from Cellular Phones, Laptops, and Personal Computers in the Philippines,  Manila Journal of Science 9 (2016), pp. 27-42

Borthakur A., dan Kunal Sinha K., 2013, Generation of electronic waste in India: Current scenario, dilemmas and stakeholders, African Journal of Environmental Sience and Technology, Vol 7 (9) pp. 899-910.

Caravanos J., Clark E., Fuller R., Lambertson C., 2011, Assessing Worker and Environmental Chemical Exposure Risks at an e-Waste Recycling and Disposal Site in Accra, Ghana, Blacksmith Institute Journal of Health & Pollution Vol. 1, No. 1.

Frazzoli C., Orisakwe O.E., Dragone R., Mantovani A., 2010, Diagnostic health risk assessment of electronic waste on the general population in developing countries' scenarios, Environmental Impact Assessment Review 30, 388–399

Lertchaiprasert P., and Wannapiroon P.,  2013., Study of e-Waste Management with Green ICT in Thai Higher Education Institutions, International Journal of e-Education, e-Business, e-Management and e-Learning, Vol. 3, No. 3

Leung A.O. W.,  Duzgoren-Aydin N.S., Cheung K.C., and Wong M.H., 2008, Heavy Metals Concentrations of Surface Dust from e-Waste Recycling and Its Human Health Implications in Southeast China, Environ. Sci. Technol. XXXX, xxx, 000–000 terdapat di: https://pdfs.semanticscholar.org/284a/155248d064b83a3e274a225001d696f13c2c.pdf (diakses 01 Januari 2017)

Mohan R.A, Chaithanya Sudha M., 2015, E-Waste Generation and Its Management – A Review, International Journal of Advanced Technology in Engineering and Science, Vol. No. 3, Special issue No. 01.

Nnorom I.C., Osibanjo O., Okechukwu K., Nkwachukwu O., and Chukwuma R.C., 2010, Evaluation of Heavy Metal Release from the Disposal of Waste Computer Monitors at an Open Dump, International Journal of Environmental Science and Development, Vol. 1, No. 3.

Okorhi O.O.,  AmadiEchendu J.E., Olubunmi A.H., Otejere J., 2015, Technology Paradigm For EWaste Management in SouthEastern Nigeria, International Association for Management of Technology, IAMOT 2015 Conference Proceedings, terdapat pada: http://www.iamot2015.com/2015proceedings/documents/P099.pdf (diakses tanggal 01 Januari 2017).

Omole D. O., Tenebe I. T., Emenike C. P., Umoh A. S. dan Badejo A. A., 2015, Causes, Impact and Management of Electronics Wastes: Case Study of Some Nigerian Communities, ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, VOL. 10, NO. 18.

Pookkasorn S., Sharp A., 2016,The Management of Waste from Electrical and Electronic Equipment (WEEE) in Bangkok, Thailand, 6th International Conference on Biological, Chemical & Environmental Sciences (BCES-2016) Pattaya (Thailand), terdapat pada: http://dx.doi.org/10.15242/IICBE.C0816218 (diakses tanggal 02 Januari 2017)

Rimantho, D., and Nasution S.R.,  2016, The Current Status of E-waste Management Practices in DKI Jakarta, International Journal of Applied Environmental Sciences,  Volume 11, Number 6, pp. 1451-1468

Robinson B.H., 2009, E-waste: An assessment of global production and environmental impacts, Science of the Total Environment 408;183–191

Shah M.A., dan Batool  R., 2015, An Overview of Electronic Waste Management, Practices and Impending Challenges, International Journal of Computer Applications (0975 – 8887), Volume 125 – No.2.

Shumon R.H., Ahmed S., Islam T., 2014, Electronic waste: present status and future perspectives of sustainable management practices in Malaysia, Environ Earth Sci, DOI 10.1007/s12665-014-3129-5

Soroush Y.S., Gholamreza B., Hossein T.A., and Roozbeh H.H., 2012, E-Waste Toxicity, Expulsion and its Status in IRAN: A Review, International Research Journal of Biological Sciences, Vol. 1(7), 61-64.

Sothun C., 2012, Situation of e-waste management in Cambodia, The 7th International Conference on Waste Management and Technology, Procedia Environmental Sciences 16, 535 – 544

Sthiannopkao S., Wong M.H., 2013, Handling e-waste in developed and developing countries: Initiatives, practices, and consequences, Science of the Total Environment 463–464; 1147–1153

Tiep H.S., Yoon Kin T.D., Ahmed E.M., and Teck L.C., 2015, E-Waste Management Practices of Households in Melaka, International Journal of Environmental Science and Development, Vol. 6, No. 11, November 2015

Vetrivel P., and Devi P.K., 2012, A Focus on E-Waste: Effects on Environment and Human Health, International Journal of Novel Trends in Pharmaceutical Sciences, Volume 2; Number 1.

Wang J., and Guo X., 2006, Impact of Electronic Wastes Recycling on Environmental Quality, Biomedical and Environmental Sciences; 19, 137-142

Sunday, January 29, 2017

SIX SIGMA METHOD APPROACH IN THE PREVENTION OF OCCUPATIONAL ACCIDENTS ON THE SOLID WASTE COLLECTOR IN SOUTH JAKARTA

ABSTRACT 
Six Sigma method is one method of management approaches aimed at making decisions based on facts and based on the use of data using special tools and methodologies. This study deals with the methodology of Six Sigma approach in reducing the incidence of occupational accidents in the collection of solid waste in South Jakarta. The fundamental problem-solving approach is done by following the DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-Control) in order to reduce the process variation and improvement process results. Analysis of the problem also using some tools such as Pareto diagrams, Fishbone diagrams and Analytical Hierarchy Process. Research conducted at the Department of cleanliness of South Jakarta as research subjects in order to analyze and determine the cause of the problem of workplace accidents solid waste collection. Results show DPU approximately 0.22 and approximately 220000 and a target DPMO sigma level is 3.554. Moreover, the results of AHP calculation using Expert Choice software indicate the most significant factor is the method with 0.392 weights. In addition, the sub-causes of the most dominant in workplace accidents collecting solid waste, such as, lack of safety equipment around 0.833 and pleasant environment around 0.833. 





Link:
http://www.arpnjournals.org/jeas/research_papers/rp_2016/jeas_0816_4875.pdf

Sertifikasi Ekolabel Pada Industri Kertas

Terdapat beberapa kriteria yang harus dilakukan oleh sebuah industri apabila ingin mendapatkan sertifikasi ekolabel, hal ini termasuk dalam ...