Monday, December 22, 2014

Aplikasi SWOT pada pengelolaan limbah elektronika: Studi kasus kota Surabaya

ABSTRAK
Pengelolaan limbah elektronika merupakan masalah yang cukup serius di hampir semua kota bahkan negara di dunia ini. Makalah ini merupakan studi kasus dari pengelolaan limbah elektronika di kota Surabaya. Dengan menggunakan desain penelitian kualitatif yang menggunakan metode SWOT dapat diaplikasikan pada studi partisipasi masyarakat di kota Surabaya. Penelitian secara kualitatif ini lebih fokus pada keterbatasan sumber daya pemerintah daerah dalam memberikan fasilitas yang tepat pada pelayanan pengelolaan limbah elektronika. Aplikasi SWOT digunakan guna merumuskan rencana aksi strategis pengelolaan limbah elektronika untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan sumber daya masyarakat serta stakeholder yang terkait. Ini akan mendorong kerjasama yang lebih baik antar stakeholder di kota Surabaya melalui pendekatan partisipatif. Berdasarkan aplikasi SWOT memungkinkan para stakeholder untuk mengeksplorasi berbagai potensi metode dan sarana yang terkait dengan ancaman, peluang dan merubah kelemahan menjadi kekuatan dalam kaitannya dengan pengelolaan limbah elektronika. Melalui makalah ini, rencana implementasi strategis dapat dikembangkan pada setiap stakeholder untuk peningkatan pengelolaan limbah elektronika di kota Surabaya. Kata kunci: SWOT, limbah elektronika, managemen strategi, stakeholder, Surabaya


link:
https://www.researchgate.net/profile/Dino_Rimantho3/publication/280533506_Aplikasi_SWOT_pada_pengelolaan_limbah_elektronika_Studi_kasus_kota_Surabaya/links/55b8059608ae092e96587959/Aplikasi-SWOT-pada-pengelolaan-limbah-elektronika-Studi-kasus-kota-Surabaya.pdf

Friday, October 24, 2014

ANALISIS KEBISINGAN TERHADAP KARYAWAN DI LINGKUNGAN KERJA PADA BEBERAPA JENIS PERUSAHAAN

ABSTRAK
Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan pekerjaan telah menjadi perhatian para peneliti. Pemerintah memberikan aturan secara jelas mengenai ambang batas mengenai kebisingan di lingkungan kerja dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit akibat kerja. Makalah ini menganalisa paparan kebisingan kerja dan penggunaan alat pelindung diri kebisingan pada beberapa industri yang berbeda di Jakarta. Kuesioner digunakan untuk menggali informasi pada responden yang dianggap berpotensi terpapar oleh kebisingan di lingkungan kerjanya. Responden dipilih secara acak yaitu 400 orang pekerja pada 3 lingkungan industri yang berbeda seperti permesinan, industri daur ulang biji plastik, dan industri konveksi. Studi menunjukkan bahwa industri permesinan memiliki tingkat kebisingan yang lebih tinggi, yaitu sekitar 97 dB, sedangkan industry pengolahan biji plastik sekitar 92 dB dan industry konveksi sekitar 65 dB. Proporsi terbesar penggunaan APD adalah wanita yaitu sekitar 75% sementara laki-laki hanya sekitar 65%. Sedangkan
berdasarkan usia, diperoleh informasi bahwa usia responden 21-35 tahun merupakan pengguna APD terbesar yaitu sekitar 67.8% dan usia di atas 46 tahun menggunakan APD sekitar 37.2%. Para stakeholder mempunyai peranan yang cukup penting dalam upaya mereduksi potensi risiko yang dapat muncul dari paparan tingkat kebisingan pada lingkungan pekerjaan serta senantiasa memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan keselamatan kerja (K3) karyawan.
Kata kunci: Kebisingan, APD, risiko, K3





Link:

Tuesday, October 14, 2014

Pengolahan Sampah Menjadi Tenaga Listrik (PLTSa)

PLTSa merupakan proses pembakaran pada tungku pemanas air dengan tujuan memanfaatkan uap air untuk menggerakan turbin, Teknologi PLTSa mirip dengan teknologi PLTU pada umumnya, perbedaan hanya pada sistem tungku pembakarannya. Berdasarkan studi yang dilakukan Tim LPPM ITB, PLTSa dapat dikembangan di Indonesia, dengan alasan sebagai berikut:
  1. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (WTE) dengan teknologi yang moderen telah banyak digunakan di negara-negara Asia Tenggara, Asia, Eropa, dan Amerika. Sampah Kota Bogor memliki karakter yang relatif sama dengan sampah Kota Bandung sehingga sampah tersebut dapat dijadikan bahan bakar untuk pembangkit listrik (PLTSa).
  2. Teknologi PLTSa yang digunakan pada umumnya sudah dilengkapi dengan pengolahan emisi gas buang, dan limbah lainnya beserta sistem monitoringnya, sehingga tidak mencemari lingkungan sekitarnya. Sistem kendali pembakaran dan sistem pengolahan gas buang yang digunakan di PLTSa menghilangkan secara signifikan dampak-dampak buruk terhadap lingkungan. Oleh sebab itu PLTSa berikutnya bisa diletakan di daerah kota dekat dengan sumber sampahnya seperti yang ada dilakukan di Singapura, kota-kota di Cina dan Eropa.
  3. Agar tidak mencemari lingkungannya emisi dan limbah dari PLTSa Bogor harus memenuhi baku mutu emisi dan effluent. Apabila belum ada ketentuan dari Pemerintah Indonesia mengenai hal tersebut, maka dapat digunakan baku mutu yang digunakan di Cina, Amerika atau Eropa.
  4. Teknologi PLTSa yang tersedia mempunyai Teknologi yang dapat membakar sampah Bogor yang berkadar air tinggi (70-80 persen), dan benilai kalor rendah (800 kkal/kg), pada suhu antara 850oC sampai 900oC sesuai dengan yang persyaratan untuk memusnahkan gas beracun seperti dioksin.
  5. Sampah kota Bogor yang dapat ditangani oleh DLHK Kota Bogor dan dapat dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Kota (PLTSa) adalah sebanyak 250 ton/hari. Jumlah tersebut merupakan jumlah sampah yang telah dikurangi dengan sampah yang diambil oleh pemulung, pakan ternak dan industri kompos (jumlah netto).
  6. Proses pemisahan dan pengambilan beberapa komponen sampah sudah dilakukan oleh pemulung sejak ditingkat rumah, di tingkat RW dan di TPS. Sebagian besar jenis plastik, kertas, logam, pipa PVC dan bahan-bahan lain  yang masih mempunyai nilai ekonomi akan tereliminasi dari sampah yang akan digunakan di PLTSa. Dengan demikian sebagian besar sampah yang akan digunakan di PLTSa adalah sampah organik dengan potensi racun yang relatif lebih rendah.
  7. Pengaturan jenis komponen yang dikirim ke PLTSa dapat lebih dikendalikan dengan meningkatkan aktivitas 3 R di tingkat RW dan TPS, sehingga sampah yang dikirim ke PLTSa mempunyai potensi racun yang lebih rendah lagi. Hasil pembakaran dapat memenuhi persyaratan emisi gas buang yang
  8. aman/memenuhi standar emisi Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut secara umum dari tinjauan Teknologi dapat disimpulkan Teknologi PLTSa adalah layak untuk digunakan sebagai pemusnah sampah kota Bogor dan kota-kota lainnya di Indonesia.

Saturday, October 11, 2014

Pengelolaan Sampah Kota

Semua sampah dapat dikelola baik secara di reduce, reuse dan recycle. Tentunya mendesak pihak industri untuk menggunakan bahan kimia recycle, harganya menjadi mahal. Metode reduce tidak akan mengurangi sampah melainkan hanya menunda siklusnya saja. Pengelolaan sampah pada dasarnya mencakup lima aspek. Lima aspek itu adalah mencegah pada sumbernya (pollution prevention), mengurangi jumlah sampah (waste minimation), mendaur ulang (recycling), mengolah yang tidak dapat didaur ulang (treatment) dan membuang (disposal). Untuk prinsip pertama hingga ketiga, berkaitan erat dengan kultur masyarakat sedangkan prinsip keempat dan kelima berkaitan dengan teknologi.
Model pengelolaan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan tumpukan. Model pertama merupakan cara yang paling sederhana yaitu sampah dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan, yaitu untuk kota yang volume sampahnya tidak begitu besar. Sedangkan untuk model pengelolaan sampah dengan tumpukan dilengkapi dengan unit saluran air untuk buangan, pengelolaan air untuk buangan (leachatte) dan pembakaran akses gas metan (flare). Model seperti ini sudah memenuhi persyaratan lingkungan dan banyak diterapkan di kota-kota besar, namun sayang model tumpukan ini tidak lengkap tergantung dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat.
Model pengelolan sampah di luar negri seperti yang dilakukan oleh negara-negara di Eropa, Australia dan Jepang. Mereka sedang bekerja ke arah suatu target yaitu pengurangan timbunan sampah sebanyak 75 persen, yaitu fokus pada 3R (reduce, recyle dan reuse). Pengelolaan sampah sudah
dimulai di rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan sampah anorganik, kantong sampah terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang, warna kantung sampah dapat dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik dibawa oleh truk yang memiliki drum berputar dilengkapi pisau pencacah dan mikroba perombak bahan organik.
Kota DKI Jakarta memiliki lokasi TPA di daerah Bantar Gebang- Bekasi. Model pengelolaan sampah dengan teknik Activated sludge system (danau yang diberi aerasi dengan pengaduk bertenaga besar). Dalam pelaksanaannya Pemda Jakarta membayar Royalty fee kepada Pemda Bekasi Rp 60
juta/ton sampah. Tujuan ASC agar terhindar dari bau, pemandangan yang tidak sedap, dan kemunculan penyakit kulit dan para-paru. Namun, pada tahun 2005 penduduk sekitar TPA terserang penyakit dermatitis sebanyak 2.710 orang. Pemisahan material organik dilakukan oleh pemulung terbukti efektif mengatasi permasalahan sampah serta menjadi sentra ekonomi. Permasalahan lain adalah volume sampah semakin meningkat dan tidak bisa ditampung oleh areal yang ada.
Bandung memiliki lokasi di banyak TPA, seperti Beberapa daerah sempat dijadikan TPA (yaitu Jelekong, Cicabe, Cikubang, dan yang terakhir Sarimukti), namun semuanya hanya bersifat sementara karena keterbatasan kapasitas lahan. Pada awalnya setelah tragedi longsoran sampah di TPA Leuwigajah pada tahun 2004, Pemkot Bandung sudah merencanakan pengelolaan sampah dengan cara pembakaran untuk menghasilkan listrik, namun karena permasalahan tempat yang
masih mendapat penolakan dari masyarakat Gedebage, proyek tersebut di hibahkan ke Pemkab Bandung.  
Kota Surabaya memiliki TPA di daerah Sukolilo dan Sidoharjo, dalam pengelolaan sampahnya dinas kebersihan dari Pemkot Surabaya memiliki unit Incinerator (mesin pembakar dari Inggris). Pada
kenyataanya di TPA Sukolilo, aplikasi Incinerator kurang sesuai karena kadar air sampah di Indonesia sangat tinggi (lebih dari 80 persen). Untuk TPA Sidoharjo, dalam pengelolaannya di TPA tersebut Salinitasnya telah menghambat kerja aktivitas kerja mikroba, air buangan dapat mengotori/merusak perairan terdekat.
Pengelolaan sampah untuk kota Solo, sampah yang terkumpul di alokasikan ke TPA Mojosongo yang memiliki model tumpukan, sampah yang telah menjadi kompos dibagi-bagikan secara gratis kepada masyarakat. Hewan ternak yang dilepas di areal TPA, pada tahun 1995 mencapai 1000 ekor. Di setiap pagi puluhan truk-truk parkir di sepanjang TPA untuk mengagkut kaleng, alumunium, besi, plastik dan kertas/karton. Yogyakarta memiliki tumpukan yang dilengkapi dengan unit pengolahan sampah masinal (mesin) yang dikelola oleh Pemda setempat. 
Bogor memiliki TPA yang berlokasi di Desa Galuga, model yang dipilih adalah dengan tumpukan. Curah hujan yang tinggi, menyebabkan pembusukan berjalan lambat Incinerator dari Prancis mengalami kegagalan seperti di Surabaya. Untuk kota seperti Kuningan, Sumedang, Garut, Ciamis dan Tasikmalaya sistem pengelolaan sampahnya hanya dengan urugan, dimana sampah yang terkumpul di buang ke lembah.

Sunday, September 14, 2014

Bahan Pencemar Air Sungai

Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Bahan pencemar yang memasuki perairan terdiri atas campuran berbagai pencemar yang dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
  1. Limbah Penyebab Penurunan Kadar Oksigen Terlarut (DO) Semua limbah yang dioksidasi terutama limbah domestik termasuk dalam kategori limbah penyebab penurunan kadar oksigen terlarut. Selain itu, bahan-bahan buangan dari industri pengolahan pangan, rumah pemotongan hewan, dan pembekuan ikan juga masuk dalam kategori limbah ini. Oksigen sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme pada ekosistem perairan. Kadar oksigen terlarut minimum 5 mg/l diperlukan bagi kelangsungan hidup ikan di perairan (Effendi 2003). Oleh karena kelarutan oksigen di air relatif rendah maka kadar oksigen terlarut cepat sekali mengalami penurunan apabila pada perairan terdapat limbah organik dengan kadar cukup tinggi.
  2. Senyawa Organik Bahan-bahan organik baik bahan alami maupun bahan sintesis masuk ke dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Bahan organik alami umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga dapat mengakibatkan semakin berkembangnya mikroorganisme dan mikroba patogen pemicu timbulnya berbagai macam penyakit. Setiap bahan organik memiliki karakteristik fisika, kimia dan toksisitas yang berbeda. Beberapa contoh bahan organik yang bersifat toksik terhadap organisme akuatik adalah minyak, fenol, pestisida, surfaktan, dan PCB (poliklorobifenil). Berbeda dengan senyawa organik alami, senyawa organik sintetis umumnya tidak dapat diuraikan secara biologis sehingga dapat bertahan dalam waktu lama di dalam badan air serta bersifat kumulatif. Sumber limbah organik diperairan adalah limbah domestik (rumah tangga dan perkotaan), limbah industri kimia, tekstil, plastik, dan lain-lain.Senyawa Anorganik Senyawa anorganik terdiri atas logam dan logam berat yang pada umumnya bersifat toksik. Dengan demikian bahan buangan anorganik umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Masuknya bahan buangan anorganik pada ekosistem akuatik akan mengakibatkan peningkatan jumlah ion logam di dalam air dan jika buangan tersebut banyak mengandung ion kalsium dan magnesium dapat menimbulkan kesadahan pada air.
  3. Logam berat merupakan kelompok logam yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat toksis walaupun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan global lingkungan hidup. Berdasarkan data dari United State Environmental Protection Agency, logam berat yang merupakan polutan perairan yang berbahaya adalah antimon (Sb), arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn). Logam-logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yakni peningkatan konsentrasi unsur logam tersebut dalam tubuh makluk hidup mengikuti tingkatan dalam rantai makanan. Akumulasi konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia menjadi tinggi, karena jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekresi/terdegradasi, sementara jumlah yang terakumulasi setara dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah jumlah yang diambil dari makanan, minuman atau udara yang terhirup.
  4. Terdapat banyak sumber penyebab pencemaran logam berat, antara lain gas alam, proses industri, penambangan, outomobil, kebakaran hutan, dan gunung berapi, namun penyebab signifikan pencemaran logam berat di perairan adalah buangan limbah industri dan kegiatan penambangan yang menghasilkan limbah tailing, yaitu produk samping kegiatan penambangan, reagen sisa, dan hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan yang selanjutnya dibuang ke sungai atau laut dan masuk ke ekosistem akuatik yang terus mengkontaminasi lingkungan di sekitar area pembuangan limbah.
  5. Pestisida Pestisida masuk ke dalam badan air melalui limpasan (run off) dari daerah pertanian yang banyak mengandung pestisida. Pestisida dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu pestisida organoklor, pestisida organofosfor, dan pestisida karbamat. Pestisida bersifat toksik dan bioakumulasi. Selain itu, pestisida juga bersifat persisten atau bertahan dalam waktu lama di perairan. Keberadaan pestisida pada ekosistem akuatik mengikuti pola rantai makanan, semakin tinggi posisi organisme dalam rantai makanan maka semakin tinggi kadar pestisida yang dihasilkan oleh proses bioakumulasi dan biomagnifikasi. Pestisida cenderung terakumulasi pada lapisan lemak yang terdapat dalam tubuh makhluk hidup.

Thursday, September 11, 2014

Pencemaran Udara Akibat Transportasi

Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan melonjaknya produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu-lintas dan hasil produksi sampingannya yang merupakan salah satu sumber pencemaran udara. Konsentrasi pencemaran udara di beberapa kota besar dan daerah industri Indonesia menyebabkan adanya gangguan pernafasan, iritasi pada mata dan telinga, serta timbulnya penyakit tertentu. Selain itu juga mengakibatkan
gangguan jarak pandang (visibilitas) yang sering menimbulkan kecelakaan lalu-lintas (terutama lalulintas di udara dan laut).
Sumber: Dokumen Pribadi

Pencemaran udara akibat kegiatan transportasi yang sangat penting adalah akibat kendaraan bermotor di darat. Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemaran udara yaitu dengan dihasilkannya gas CO, NOx, Hidrokarbon, SO2, dan tetraethyl lead, yang merupakan bahan logam timah yang ditambahkan ke dalam bensin berkualitas rendah untuk meningkatkan nilai oktan guna mencagah terjadinya letupan pada mesin. Parameter-parameter penting akibat aktivitas ini adalah CO,
Partikulat, NOx, HC, Pb dan SOx. Jenis pencemaran udara dilihat dari ciri fisik,
bahan pencemar dapat berupa:

  • Partikel (debu, aerosol, timah hitam)
  • Gas (CO, NOx, SOx, H2S, hidrokarbon)
  • Energi (suhu dan kebisingan)

Udara yang tercemar dengan partikel dan gas ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.
Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernafasan kronis, emfiesma paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru. Sedangkan bahan pencemar gas yang terlarut dalam udara dapat langsung masuk ke dalam tubuh sampai ke paru-paru yang pada akhirnya diserap oleh sistem peredaran darah. Kadar timah (Pb) yang tinggi di udara dapat mengganggu pembentukan sel
darah merah. Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan lainnya seperti anemia, kerusakan ginjal dan lain-lain. Sedangkan keracunan Pb bersifat akumulatif.
Keracunan gas CO timbul sebagai akibat terbentuknya karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. Afinitas CO yang lebih besar dibandingkan oksigen (O2) terhadap Hb menyebabkan fungsi Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu. Berkurangnya penyediaan oksigen ke seluruh tubuh ini akan membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian, pabila tidak segera mendapat udara segar kembali. Sedangkan bahan pencemar udara seperti SOx NOx, H2S dapat merangsang saluran pernapasan yang mengakibatkan iritasi dan peradangan.
Lapisan udara yang mengelilingi bumi merupakan suatu campuran gas yang komposisinya selalu berubah ubah, beberapa diantaranya yang konsentrasinya paling bervariasi adalah H2O dan CO2 . Konsentrasi CO2 di udara selalu rendah, yaitu sekitar 0,03%. Konsentrasi ini kadang kadang sedikit lebih tinggi pada tempat tempat pembusukan sampah tanaman yang menghasilkan CO2, pembakaran, atau di tempat kumpulan manusia dalam suatu ruang tertutup. Proses fotosintesis pada tanaman juga
menyerap CO2 sehingga ditempat tempat yang ‘hijau’ konsentrasi CO2 relatif lebih rendah. CO2 juga larut di dalam air sehingga udara yang baru melewati lautan konsentrasi CO2 nya juga rendah. Komposisi udara kering dimana semua uap air telah dihilangkan relatif konstan. Komposisi udara kering yang bersih yang dikumpulkan di sekitar laut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Konsentrasi gas dinyatakan dalam persen atau per sejuta (ppm=part per million), tetapi untuk gas yang konsentrasinya sangat kecil biasanya dinyatakan dalam ppm. Selain gas –gas yang tercantum  masih ada gas-gas lain yang mungkin terdapat di udara tetapi jumlahnya sangat kecil, yaitu kurang dari 1 ppm.

Tabel Komposisi udara kering dan bersih


Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan dan sebagainya dapat melepas beberapa gas seperti SO2, H2S dan CO ke udara sebagai produk sampingan. Selain itu partikel-partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik atau
gangguan alam lainnya. Selain disebabkan polutan alami tersebut, polusi udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pabrik dan transportasi.
Polutan udara primer, yaitu polutan yang mencakup 90% dari jumlah polutan udara seluruhnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:
1. Karbon monoksida (CO)
2. Nitrogen oksida (NOx)
3. Hidrocarbon (HC)
4. Sulfur dioksida (SO2)
5. Partikel (SPM)
Sumber polusi utama berasal dari transportasi, 60% diantaranya adalah karbon monoksida dan 15% terdiri dari hidrokarbon. Sumber-sumber polusi lainnya misalnya pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain-lain. Polutan yang utama adalah karbon monoksida yang mencapai hampir setengah dari seluruh polutan yang ada. Tingkat toksisitas dari polutan tersebut berbeda-beda seperti tertera dalam Tabel di bawah ini.

Tabel toksisitas relatif polutan udara

Thursday, September 4, 2014

Sumber Pencemaran Air Sungai

Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan, dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam (misal letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir) dan pencemaran karena kegiatan manusia. Sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan sebagai: (1) point source discharges (sumber titik) dan (2) non point source (sumber menyebar). Sumber titik atau sumber pencemaran yang dapat diketahui secara pasti dapat merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari air buangan industri maupun domestik serta saluran drainase. Pencemar bersifat lokal dan efek yang diakibatkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Sumber pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan. Pencemaran air sungai dapat berasal dari berbagai sumber pencemar antara lain dari limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan lain-lain. Limbah-limbah dimaksud dapat berupa zat, energi, dan atau komponen lain yang dikeluarkan atau dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industri maupun non-industri. Menurut Effendi (2003), pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat, sedangkan menurut Simonovic (2006) sumber pencemar air di dunia yang paling dominan adalah limbah manusia, limbah industri dan bahan kimia, dan limbah pertanian (pestisida dan pupuk). Bentuk-bentuk bahan pencemar tersebut mencakup bahan organik industri, bahan asiditas, logam berat, amonia, nitrat, dan fosfat dan residu pestisida dari pertanian. Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003) mengemukakan beberapa jenis pencemar dan sumbernya dalam Tabel di bawah ini.

Tabel Beberapa sumber dan jenis pencemar
No
Jenis Pencemar
Poin Source
Non Point Source
Limbah Domestik
Limbah Industri
Limpasan Daerah Pertanian
Limpasan Daerah Perkotaan
1
Limbah yang dapat menurunkan kadar oksigen
V
V
V
V
2
Nutrien
V
V
V
V
3
Patogen
V
V
V
V
4
Sedimen
V
V
V
V
5
Garam-garam
-
V
V
V
6
Logam toksik
-
V
-
V
7
Bahan organik toksik
-
V
V
-
8
Pencemaran panas
-
V
-
-


1) Limbah Industri
Kegiatan industri memiliki potensi sangat besar untuk menimbulkan terjadinya pencemaran air. Limbah industri adalah bahan buangan sebagai hasil sampingan dari proses produksi industri yang dapat berbentuk benda padat, cair maupun gas yang dapat menimbulkan pencemaran. Data dari Departemen Perindustrian (2007) dalam KLH (2008) menunjukkan bahwa air limbah industri dibuang/terbuang ke sumber-sumber air di sejumlah daerah di Indonesia terutama di pulau Jawa. Diperkirakan 250 ribu ton limbah industri dilepaskan ke sumber-sumber air pada tahun 1990, dan pada tahun 2010 diproyeksikan meningkat menjadi 1.2 juta ton per tahun (KLH 2008). Tabel di bawah ini menyajikan limbah yang dihasilkan oleh berbagai jenis kegiatan industri.

No
Jenis Kegiatan
Limbah yang dihasilkan
1
Industri pangan
Limbah organik, suspended solid, minyak dan lemak, logam berat, sianida, klorida, amoniak, nitrat, fosfor dan fenol
2
Industri minuman
Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu, kekeruhan dan buih
3
Industri makanan
Limbah organik, minyak dan lemak, logam berat, nitrat, fosfor dan fenol
4
Industri percetakan
Limbah organik, total solid, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logam berat, sulfit, amoniak, nitrat, fosfor, warna, jumlah, coli, coli faces, bahan beracun, suhu, kekeruhan, klorinated benezoid
5
Perkayuan dan motor
Limbah organik, logam berat, dan bahan beracun
6
Industri pakaian jadi
Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logam berat, warna, bahan beracun, suhu, klorinated benezoid dan sulfida
7
Industri plastik
Limbah organik, total solid, settleable solid, TDS, Minyak dan lemak, seng, sianida, sulfat, amoniak, fosfor, urea anorganik, bahan beracun, fenol dan sulfida
8
Industri kulit
Total padatan, penggaraman, sulfida, kromium, endapan kapur, dan limbah organik
9
Industri besi dan logam
Limbah organik, suspended solid, minyak dan lemak, logam berat, bahan beracun, sianida, pH, klorida, sulfat, amoniak dan Fenol
10
Aneka industri
Limbah organik, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu, kekeruhan dan amoniak
11
Pertanian
Pestisida, bahan beracun, dan logam berat
12
Perhotelan
Deterjen, zat padat, bahan organik, nitrogen, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun, kekeruhan
13
Rekreasi
Limbah organik, kekeruhan dan warna
14
Kesehatan
Bahan beracun, limbah organik, logam berat, jumlah coli
15
Perdagangan
Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, amoniak, urea, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun dan kekeruhan
16
Pemukiman
Deterjen, zat padat, limbah organik, nitrogen, fosfor, kalium, klorida dan sulfat
17
Perhubungan darat
Logam berat, bahan beracun dan limbah organik
18
Perikanan darat
Limbah organik
19
Peternakan
Limbah organik, suspended solid, klorida, nitrat, fosfor, wana, bahan beracun, kekeruhan dan suhu
20
Perkebunan
Limbah organik, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, kromium, kalsium, klorida, sulfat, amoniak, natrium, nitrat, fosfor, urea anorganik, coli faces, suhu
sumber: Donald dan Klei (1979) dalam Taufik (2003).


Limbah industri dapat berupa bahan sintetik, logam, dan bahan beracun berbahaya yang sulit diurai oleh proses biologi. Pada umumnya air limbah industri mengandung air, pelarut organik, minyak, padatan terlarut, dan senyawa kimia terlarut. Kandungan kimia limbah dapat berupa bahan organik atau anorganik, dari air kotor yang tidak berbahaya hingga mengandung logam beracun dan endapan organik. Limbah industri juga dapat mengandung logam dan cairan asam yang berbahaya, misalnya limbah yang dihasilkan industri pelapisan logam yang mengandung tembaga dan nikel serta cairan asam sianida, asam borat, asam kromat, asam nitrat dan asam fosfat. Limbah tersebut bersifat korosif dan dapat mematikan tumbuhan dan hewan air. Selain itu, limbah industri yang lebih berbahaya adalah yang mengandung logam berat seperti merkuri (Hg), kromium (Cr), timbal (Pb), kadmium (Cd), dan arsen (As). Logam berat tersebut bersifat menetap dan mudah mengalami biomagnifikasi (Arisandi 2004). Apabila logam berat mencemari air yang selanjutnya terkonsumsi oleh organisme, seperti ikan dan biota perairan lainnya, maka akan mengumpul dalam waktu yang lama yang bersifat sebagai racun yang akumulatif.

2) Limbah Domestik / Kegiatan Pemukiman
Limbah domestik (sewage) adalah bahan buangan sebagai hasil sampingan non-industri, melainkan berasal dari rumah tangga, kantor, restoran, tempat hiburan, pasar, dan lain-lain yang dapat menimbulkan pencemaran. Limbah domestik dapat berupa sampah organik dan sampah anorganik serta larutan yang kompleks terdiri dari air (biasanya di atas 99%) dan padatan berupa zat organik serta anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau didegradasi oleh bakteri atau melalui proses kimia dan fisika. Contohnya sisa nasi, sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sampah anorganik seperti plastik, kaca, logam, karet, kertas, dan kulit, tidak dapat diuraikan oleh bakteri.
Sampah organik yang dibuang ke sungai dapat mengakibatkan deplesi jumlah oksigen terlarut dalam air sungai, karena sebagian besar oksigen akan digunakan bakteri untuk menguraikan bahan organik menjadi partikel yang lebih sederhana yaitu karbondioksida, air, dan gas lainnya. Apabila sampah anorganik yang dibuang ke sungai, cahaya matahari dapat terhalang dan menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air dan alga, yang menghasilkan oksigen.
Berkaitan dengan pencemaran air dari kegiatan domestik, data statistik lingkungan hidup 2006/2007 (KLH 2008) menyatakan banyak penduduk (rumah tangga) masih memadati bantaran sungai. Di Indonesia rumah tangga yang bertempat tinggal di sepanjang bantaran sungai pada tahun 2005 tercatat sebanyak 118,891 rumah tangga dengan jumlah terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Data statistik tersebut juga menyebutkan bahwa sekitar 7.66 persen rumah tangga di Indonesia pada tahun 2004 masih membuang sampahnya ke sungai. Penelitian yang dilakukan oleh Salim (2002), beban pencemaran domestik untuk setiap orang berbeda-beda. Setiap orang di Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan BOD sebesar 25 g/orang/hari dan COD sebesar 57 g/orang/hari. 
Limbah domestik menyediakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan mikroba terutama golongan bakteri, serta beberapa virus dan protozoa. Kebanyakan mikroba tidak berbahaya dan dapat dihilangkan dengan proses biologi yang mengubah zat organik menjadi produk akhir yang stabil, namun beberapa limbah domestik dapat mengandung organisme patogen. Jumlah zat padat dalam limbah cair adalah residu limbah cair setelah bagian cairnya diuapkan dan sisanya dikeringkan hingga mencapai berat yang konstan. Kandungan bahan organik dan anorganik limbah domestik dapat berupa: (1) nitrogen dan fosfat dalam limbah dari aktivitas manusia dan fosfat dari deterjen, (2) klorida dan sulfat, yang berasal dari air dan limbah yang berasal dari manusia; (3) karbonat dan bikarbonat, biasanya terdapat dalam bentuk garam kalsium dan magnesium; dan (4) zat toksik seperti sianida dan logam berat seperti arsen (As), kadmium (Cd), krom (Cr), tembaga (Cu), merkuri (Hg), dan timbal (Pb).
Limbah domestik merupakan salah satu sumber bahan organik, nutrien dan mikroorganisme yang mencemari air kali surabaya. Pertumbuhan penduduk yang cepat dan arus urbanisasi menyebabkan terkonsentrasinya pemukiman pada daerah perkotaan seperti surabaya dengan kepadatan penduduk pada tahun 2000 mencapai 8,149.9 orang/km2 (Bapedal 2006). Jumlah beban limbah domestik pada daerah padat penduduk dapat melebihi kapasitas asimilasi sungai terutama pada musim kemarau. 
Sebagai contoh, pada tahun 2002, jumlah penduduk yang tinggal di DAS brantas mencapai 15.5 juta. Populasi penduduk yang menempati daerah perkotaan sekitar 25 persen dari keseluruhan populasi penduduk DAS brantas, akibatnya beban pencemaran akibat limbah domestik dapat diestimasi dengan mengalikan beban pencemaran akibat limbah domestik per kapita dengan populasi penduduk di daerah tersebut, di mana untuk daerah perkotaan beban BOD adalah 46 gram BOD/orang/hari, sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram BOD/orang/hari. Total beban limbah domestik yang dihasilkan pada tahun 2002 sekitar 515 ton BOD/hari (Harnanto & Hidayat 2003).

3) Limbah Lainnya Sumber pencemar air sungai lain di luar limbah industri dan domestik adalah kegiatan pertanian dan timbulan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Kegiatan pertanian memberikan kontribusi terhadap pencemaran air (non point sources). Limbah pertanian yang paling utama adalah pupuk kimia dan pestisida. Pupuk kimia dan pestisida digunakan petani untuk perawatan tanaman, namun pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran air. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan enceng gondok penyebab timbulnya eutrofikasi. Pestisida biasa digunakan untuk membunuh hama. Limbah pestisida mempunyai aktivitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air ke luar dari daerah pertanian dapat mematikan hewan yang bukan sasaran seperti ikan, udang dan biota air lainnya. 
Timbulan sampah di TPA akan menghasilkan lindi yang umumnya mengandung beberapa logam berat. Lindi sampah ini dapat masuk ke dalam tanah atau ikut terbawa dalam aliran sungai sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran air sungai (Setyaningrum 2006).


Daftar Pustaka:

Arisandi P . 2001. Peningkatan Kuantitas Limbah Organik Picu Booming Cacing Merah (Tubifex tubifex) di Kali Surabaya. Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), Driyorejo, Gresik.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Jawa Timur. 2006. Studi Komposisi Makroinvertebrata Kali Surabaya. Surabaya: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Jawa Timur.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Harnanto A, Hidayat F. 2003. Dillution As One Measure to Increase River Water Quality. Malang: Jasa Tirta I Public Corporation.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH), 2008, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2007. Jakarta: Penerbit Kementerian Negara Lingkungan Hidup

Salim H. 2002. Beban Pencemaran Limbah Domestik dan Pertanian di DAS Citarum Hulu. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(2):107-111.

Setyaningrum E. 2006. Pola Penyebaran Pencemaran Lindi Terhadap Air Tanah di Sekitar Landfill (Tesis). Bandung: Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung.

Simonovic SP. 2002. World Water Dynamics: Global Modeling of Water Resources, Journal of Environmental Management 66:249-267.


Sertifikasi Ekolabel Pada Industri Kertas

Terdapat beberapa kriteria yang harus dilakukan oleh sebuah industri apabila ingin mendapatkan sertifikasi ekolabel, hal ini termasuk dalam ...