Monday, March 20, 2017

Application of six sigma and AHP in analysis of variable lead time calibration process instrumentation

Calibration of instrumentation equipment in the pharmaceutical industry is an important activity to determine the true value of a measurement. Preliminary studies indicated that occur lead-time calibration resulted in disruption of production and laboratory activities. This study aimed to analyze the causes of lead-time calibration. Several methods used in this study such as, Six Sigma in order to determine the capability process of the calibration instrumentation of equipment. Furthermore, the method of brainstorming, Pareto diagrams, and Fishbone diagrams was used to identify and analyze the problems. Then, the method of Hierarchy Analytical Process (AHP) was used to create a hierarchical structure and prioritize problems. The results showed that the value of DPMO around 40769.23 which was equivalent to the level of sigma in calibration equipment approximately 3,24σ. This indicated the need for improvements in the calibration process. Furthermore, the determination of problem-solving strategies Lead Time Calibration such as, shortens the schedule preventive maintenance, increase the number of instrument Calibrators, and train personnel. Test results on the consistency of the whole matrix of pairwise comparisons and consistency test showed the value of hierarchy the CR below 0.1.


link:

Interpretive Structtural Modelling (ISM)

Salah satu teknik pemodelan yang dikembangkan untuk kebijakan strategis dapat menggunakan Teknik Pemodelan Interpretasi Struktural (Interpretive Structural Modelling - ISM). Menurut (Eriyatno, 2003). ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana model-model structural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu system, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Teknik ISM merupakan salah satu teknik memodelkan rencana strategis untuk menangani kebiasaan yang sulit diubah dari perencana jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik deskriptif.

Interpretive Structtural Modelling (ISM) adalah proses pembelajaran interaktif dimana serangkaian elemen yang berbeda dan berhubungan langsung disusun menjadi model yang sistemik yang komprehensif (Warfield, 1974). Metodologi ISM adalah proses pembelajaran interaktif dimana aplikasi yang sistematis dari beberapa pengertian - pengertian dasar dari teori grafik digunakan sedemikian  teoritis,  konseptual,  dan  pengaruh  komputasi  diekspoitasi     untuk menjelaskan pola yang kompleks dari hubungan kontekstual diantara serangkaian variabel - variabel (Malone, 1975). ISM membantu dalam mengidentifikasi keterkaitan antar variabel. ISM juga membantu untuk menentukan urutan dan arah dalam kompleksitas hubungan antar elemen pada sebuah sistem dan menganalisa pengaruh dari satu variabel dengan variabel lainnya.

Warfield, (1976) pertama mengusulkan ISM pada tahun 1973. Metode ini seringkali digunakan untuk memberikan pemahaman mendasar situasi yang kompleks, serta untuk mengumpulkan tindakan untuk pemecahan permasalahan yang memungkinkan para peneliti untuk mengembangkan peta hubungan yang kompleks antara banyak unsur yang terlibat dalam situasi pengambilan keputusan yang kompleks.

Metodologi ISM membantu kelompok mengidentifikasi hubungan antara ide  dan  struktur  tetap  pada  isu  yang  kompleks.  ISM  dapat  digunakan   untuk mengembangkan beberapa tipe struktur, termasuk struktur pengaruh (misalnya : dukungan atau pengabaian), struktur prioritas (misalnya “lebih penting dari”, atau “sebaliknya dipelajari sebelumnya”), dan kategori ide (misalnya : “termasuk kategori yang sama dengan”).

ISM dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menyimpulkan hubungan di antara variabel yang spesifik, yang menggambarkan sebuah problem atau isu (Warfield J. , 1974). ISM berarti perintah mana yang dapat dipaksakan dalam kompleksitas dari beberapa variabel (Mandal, & Desmukh, 1994). ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik  dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki. Elemen-elemen dapat merupakan tujuan kebijakan, target organisasi, faktor-faktor penilaian, dan lain- lain. Hubungan langsung dapat dalam konteks-konteks yang beragam (berkaitan dengan hubungan kontekstual).

Langkah - langkah ISM :
a.       Identifikasi elemen
Elemen sistem diidentifikasi dan didaftar. Hal ini dapat diperoleh dari penelitian, brainstorming dan lain – lain.
b.       Hubungan kontekstual
Sebuah hubungan kontekstual antar elemen dibangun, tergantung pada tujuan pemodelan.
c.       Matriks    Interaksi    Tunggal    Terstruktur    (Structural     Self        Interaction Matrix/SSIM)
Matriks ini mewakili elemen persepsi responden terhadap elemen tujuan yang dituju. Empat simbol yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen dari dua system yang dipertimbangkan adalah :
·         V : Hubungan dari elemen Ei terhadap Ej, tidak sebaliknya.
·         A : Hubungan dari elemen Ej terhadap Ei, tidak sebaliknya.
·         X : Hubungan interrelasi antara Ei dan Ej (dapat sebaliknya)
·         O : Menunjukan bahwa Ei dan Ej tidak berkaitan
d.      Matriks Reachability Matrix (RM)
Sebuah RM dapat dipersiapkan kemudian mengubah simbol - simbol SSIM  ke dalam sebuah matriks biner. Aturan - aturan konversi berikut menerapkan :
·         Jika hubungan Ei terhadap Ej = V dalam SSIM, maka elemen Eij = 1 dan Eji = 0 dalam RM
·         Jika hubungan Ei terhadap Ej  = A dalam SSIM, maka elemen Eij = 0  dan Eji = 1 dalam RM
·         Jika hubungan Ei terhadap Ej  = X dalam SSIM, maka elemen Eij = 1  dan Eji = 1 dalam RM
·         Jika hubungan Ei terhadap Ej  = O dalam SSIM, maka elemen Eij = 0  dan Eji = 0 dalam RM
RM awal dimodifikasi untuk menunjukan seluruh direct dan indirect reachability, yaitu Eij = 1 dan Ejk = 1, maka Eik = 1
e.       Tingkat partisipasi dilakukan
Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam level-level yang berbeda dari struktur ISM. Untuk tujuan ini, dua perangkat diasosiasikan dengan elemen Ei dari sistem Reachability Set (Ri) adalah sebuah set dari seluruh elemen yang dapat dicapai dari elemen Ei, dan Antecedent Set (Ai) adalah sebuah set dari seluruh elemen dimana elemen Ei dapat dicapai. Pada iterasi pertama seluruh elemen, dimana Ri = Ri Ai,  adalah elemen - elemen level 1. Pada iterasi-iterasi berikutnya elemen-elemen diidentifikasi seperti elemen-elemen level dalam iterasi – iterasi sebelumnya dihilangkan, dan elemen – elemen baru di seleksi untuk level – level berikutnya dengan menggunakan aturan yang sama. Selanjutnya, seluruh elemen sistem dikelompokan ke dalam level – level yang berbeda.
f.        Matriks Canonical
Pengelompokan elemen - elemen dalam level yang sama mengembangkan matriks ini. Matriks resultan memiliki sebagian besar dari elemen – elemen triangular yang lebih tinggi adalah 0 dan terendah 1. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan diagraph.
g.       Diagraph
Diagraph merupakan konsep yang berasal dari directional graph, sebuah grafik dari elemen - elemen yang saling berhubungan langsung, dan level hirarki. Diagraph awal dipersiapkan dalam basis matriks canonical. Graph awal tersebut selanjutnya dipotong dengan memindahkan semua komponen yang transitif untuk membentuk diagraph akhir.
h.       Interpretive Structural Model
ISM dibangkitkan dengan memindahkan seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen actual. Oleh sebab itu, ISM memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen -elemen sistem dan alur hubungannya.

Eriyatno, (2003) menyatakan bahwa metodologi dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub elemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji. Menentukan tingkat jenjang mempunyai banyak pendekatan dimana terdapat lima kriteria. Pertama, kekuatan pengikat dalam dan antar kelompok atau tingkat. Kedua, frekuensi relatif dari oksilasi (guncangan) dimana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari yang di atas. Ketiga, konteks dimana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat dari pada ruang yang lebih luas. Keempat, liputan dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah. Kelima, hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat dibawahnya.

Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen dimana setiap elemen setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah subelemen. Untuk setiap elemen dilakukan pembagian menjadi sejumlah subelemen sampai memadai. Studi dalam perencanaan program yang terkait memberikan pengertian mendalam terhadap berbagai elemen dan peranan kelemnbagaan guna mencapai solusi yang lebih baik dan mudah diterima. Teknik ISM memberikan basis analisis dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan serta perencanaan strategis. Menurut (Saxena, Sushil, & Vrat, 1992) program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu :
1.       Sektor masyarakat yang terpengaruh
2.       Kebutuhan dari program
3.       Kendala utama
4.       Perubahan yang dimungkinkan
5.       Tujuan dari program
6.       Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan
7.       Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan
8.       Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas
9.       Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program

Dalam penyusunan elemen melalui proses pengelompokan yang tepat, beberapa jenis elemen dapat pula ditetapkan menurut (Sharma, 1994) yaitu :
1.       Pernyataan atas tujuan
2.       Usulan proyek atau pilihan
3.       Parameter ekonomi
4.       Tolok ukur dasar pembinaan suatu system
5.       Nilai
6.       Permasalahan, peluang dan penyebab
7.       Aktivitas, kejadian (events)

Selanjutnya, untuk setiap elemen dari program yang dikaji dijabarkan  menjadi sejumlah sub elemen. Setelah itu, ditetapkan hubungan kontekstual antara sub elemen yang terkandung adanya suatu pengarahan (direction) dalam terminology sub ordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan, seperti “apakah tujuan A lebih penting dari tujuan B?”, perbandingan berpasangan yang menggambarkan keterkaitan antar sub elemen atau tidaknya hubungan kontekstual dilakukan oleh pakar. Jika jumlah pakar lebih dari satu maka dilakukan perataan. Penilaian hubungan kontekstual pada matriks perbandingan berpasangan menggunakan simbol :
V jika eij = 1 dan eji = 0 A jika eij = 0 dan eji = 1 X jika eij = 1 dan eji = 1 O jika eij = 0 dan eji = 0

Pengertian eij = 1 adalah ada hubungan kontekstual antara subelemen ke i dan ke j, sedangkan nilai eij = 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara subelemen ke-i dan ke j. hasil penilaian tersebut tersusun dalam Struktural Self Interaction Matrix (SSIM). SSIM dibuat dalam bentuk tabel Reachability Matrix (RM) dengan mengganti V,A,X,O menjadi bilangan 1 dan 0. Matrik tersebut dikoreksi lebih lanjut sampai menjadi matriks tertutup yang memenuhi aturan transivity. Kaidah transivity yang dimaksud adalah kelengkapan dari lingkaran sebab - akibat (causal loop), sebagai misal A mempengaruhi B dan B mempengaruhi C maka A harus mempengaruhi C.

Klasifikasi sub elemen mengacu pada hasil olahan dari RM yang telah memenuhi aturan transivitas. Hasil olahan tersebut didapatkan nilai Driver Power (DP) dan nilai Dependence (D) untuk menentukan klasifikasi sub elemen. Secara garis besar klasifikasi sub elemen digolongkan dalam 4 sektor yaitu :
a.       Sektor 1 : weak driver - weak dependent variables (autonomous).
Sub elemen yang masuk dalam sektor ini tidak berkaitan dengan system. Dan mungkin hanya memiliki sedikit hubungan, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Sub elemen yang masuk pada sektor 1 jika : nilai DP ≤ 0,5X dan nilai D ≤ 0,5 X adalah jumlah sub elemen.
b.       Sektor 2 : weak driver - strongly dependent variables (dependent). Umumnya subelemen yang masuk dalam sektor ini adalah sub elemen yang tidak bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 2 jika : nilai DP ≤ 0,5X dan nilai D > 0,5 X adalah jumlah sub elemen.
c.       Sektor 3 : strong driver - strongly dependent variables (linkage) Subelemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati - hati, sebab hubungan antara sub elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub elemen akan memberikan dampak terhadap subelemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Subelemen yang masuk pada sektor 3 jika : nilai DP > 0,5 X dan nilai D > 0,5 X adalah jumlah subelemen.
d.      Sektor 4 : strong driver - weak dependent variables (Independent)
Sub elemen yang masuk sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah batas. Sub elemen yang masuk dalam sektor 4 jika : Nilai DP > 0,5 X dan nilai D < 0,5 X adalah jumlah subelemen.

Tabel Keterkaitan Antara Sub Elemen pada Teknik ISM

1
Perbandingan (Comparatif)
·      A lebih penting/besar/indah dari pada B

2

Pernyataan (Definitif)
·      A adalah atribut B
·      A termasuk dalam atribut B
·      A mengartikan B


3


Pengaruh (Influence)
·      A menyebabkan B
·      A adalah sebagian penyebab B
·      A mengembangkan B
·      A menggerakan B
·      A meningkatkan B

4

Keruangan (Spasial)
·      A adalah selatan/utara B
·      A diatas B
·      A sebelah kiri B

5

Kewaktuan (Temporary/Time Scale)
·      A mendahului B
·      A mengikuti B
·      A mempunyai prioritas yang lebih dari B


Sumber:

M. A., & D. S. (1994). Vendor Selection Using Interprective Structural Modelling (ISM). International Journal Operations & Production Management .

Malone, D. (1975). An Introduction to the Application of Interpretive Structural Modelling. Proceedings of IEEE, 63, pp. 397 - 404.

S. J., Sushil, & Vrat. (1992). Hierarchy and Classification of Program Plan Elements Using Interpretative Structural Modelling : A Case Study of Energy Conservation in The Indian Cement Industry. System Practice , 5(6), 651 - 670.

Sage, A. (1977). Interpretive Structural Modelling : Methodology for Large - Scale Systems. New York, NY: McGraw-Hill.

Sharma, H. (1994). A Structural Approach to Analysis. Course of System Waste  in The Indian Economy. System Research , 11 (2), 17-41.

Warfield, J. (1974). Developing Interconnected Matrices in Structural  Modelling. IEEE Transactions on Systems, Man and Cybernetics , 4, 51-81.

Warfield, J. (1976). Social System: Planning, Policy and Complexity. New York, NY: John Wiley and Sons, Inc.






Sertifikasi Ekolabel Pada Industri Kertas

Terdapat beberapa kriteria yang harus dilakukan oleh sebuah industri apabila ingin mendapatkan sertifikasi ekolabel, hal ini termasuk dalam ...