Thursday, July 31, 2014

Prinsip Pokok AHP

Dalam penggunaannya, AHP mengenal 3 (tiga) prinsip pokok, yaitu :

  1. Penyusunan hirarki.  Untuk memperoleh pengetahuan yang rinci, pikiran kita menyusun realitas yang kompleks kedalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, dan kemudian bagian ini kedalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hierarkis (berjenjang). Jumlah bagian-bagian ini biasanya berkisar antara lima sampai sembilan.
  2. Penentuan prioritas.  Manusia juga mempunyai kemampuan untuk mempersepsi hubungan antara hal-hal yang mereka amati, membandingkan sepasang benda atau hal yang serupa berdasarkan kriteria tertentu, dan membedakan kedua anggota pasangan itu dengan menimbang intensitas preferensi mereka terhadap hal yang satu dibandingkan dengan yang lainnya. Lalu mereka mensintensis penilaian mereka, melalui suatu proses logis yang baru dan memperoleh pengertian yang lebih baik tentang keseluruhan sistem.  Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor prioritas, atau relatif pentingnya elemen terhadap setiap sifat.  Pembandingan berpasangan diulangi lagi untuk semua elemen dalam tiap tingkat.  Langkah terakhir adalah dengan memberi bobot setiap vektor dengan prioritas sifatnya. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar atau pihak-pihak terkait yang berkompeten terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung (diskusi) maupun tidak langsung (kuesioner).
  3. Konsistensi logis.  Prisip ketiga dari pemikiran analitik adalah konsistensi logis.  Konsistensi berarti dua hal. Yang pertama, bahwa pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokan menurut homogenitas dan relevansinya. Arti konsistensi yang kedua adalah bahwa intensitas relasi antar gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada satu kriteria tertentu, saling membenarkan secara logis.  Dalam mempergunakan prinsip ini, AHP memasukan baik aspek kulitatif maupun kuantitatif pikiran manusia, aspek kualitatif untuk mendefinisikan persoalan dan hirarkinya, dan aspek kuantitatif untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas padat. Proses ini sendiri dirancang untuk mengintegrasikan dwi sifat ini. Proses ini dengan jelas menunjukan bahwa demi pengambilan keputusan yang lebih baik, segi kuantitatif merupakan dasar untuk mengambil keputusan yang sehat dalam situasi kompleks, dimana kita perlu menetapkan prioritas dan melakukan perimbangan.  Untuk menghitung prioritas, kita memerlukan suatu metode praktis untuk menghasilkan skala bagi pengukuran. Nilai-nilai numerik dalam skala  disediakan oleh Saaty.

Sumber: 
Saaty, Thomas L.  & Luis G. Vargas. 1993. Models, Methods, Concept & Aplications of the Analytic Hierarchy Process. Internationel Series in Operations Research & Management Science. Second Edition. Springer. New York.

Monday, July 28, 2014

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Analytic Hierarchy Process (AHP) mencerminkan cara alami kita dalam bertingkah laku dan berfikir. AHP adalah suatu proses “rasionalitas sistemik”. Dengan AHP kita dimungkinkan untuk mempertimbangkan suatu persoalan sebagai satu keseluruhan dan mengkaji interaksi serempak dari berbagai komponen yang disusun secara berjenjang (hirarkis) sehingga mudah dipahami dan dianalisis.
AHP menangani persoalan kompleks sesuai dengan interaksi-interaksi pada persoalan itu sendiri.  Proses ini membuat orang dapat memaparkan persoalan sebagaimana mereka lihat dalam kompleksitasnya yang memperluas definisi dan strukturnya melalui pengulangan.  Untuk mengidentifikasikan persoalan yang kritis, mendifinisikan strukturnya, dan menemukan serta menyelesaikan konflik. AHP memerlukan informasi dan pertimbangan dari beberapa peserta dalam proses itu. Melalui serentetan kerja matematis, AHP mensintesis penilaian-penilaian mereka menjadi suatu taksiran menyeluruh dari prioritas-prioritas relatif berbagai alternatif tindakan.  Prioritas-prioritas yang di hasilkan AHP merupakan satuan dasar yang digunakan dalam semua jenis analisis.
AHP dapat digunakan untuk merangsang timbulnya gagasan untuk melaksanakan tindakan kreatif, dan untuk mengevaluasi keefektifan tindakan tersebut.  Selain itu, untuk membantu para pemimpin menetapkan informasi apa yang patut dikumpulkan guna mengevaluasi pengaruh faktor-faktor relevan dalam situasi kompleks.  AHP juga dapat melacak ketidakkonsistenan dalam pertimbangan dan preferensi peserta, sehingga para pemimpin mampu menilai mutu pengetahuan para pembantu mereka dan pemantapan pemecahan itu.
Beberapa keuntungan yang terlihat dalam penerapan AHP, antara lain:
1.    Sifatnya yang fleksibel, menyebabkan penambahan dan pengurangan kriteria (elemen) pada suatu hirarki dapat dilakukan dengan mudah dan tidak mengacaukan atau merusak hirarki.
2.    Dapat memasukkan preferensi pribadi sekaligus mengakomodasi berbagai kepentingan pihak lain, sehingga diperoleh penilaian yang objektif dan tidak sektoral.
3.    Proses perhitungannya relatif mudah karena hanya membutuhkan operasi dan logika sederhana.
4.    Dengan cepat dapat menunjukkan prioritas, dominasi, tingkat kepentingan, ataupun pengaruh dari setiap elemen terhadap elemen lainnya.
Walaupun demikian, penggunaan AHP juga mengandung beberapa kelemahan, antara lain :
1.    Partisipan yang dipilih harus benar-benar memiliki kompetensi, pengetahuan, dan pengalaman mendalam terhadap segenap aspek permasalahan serta mengenai metode AHP sendiri.
2.    Bila terdapat partisipan yang sangat “kuat” akan mempengaruhi partisipan lainnya.
3.    Penilaian cenderung subjektif, karena sangat dipengaruhi situasi serta preferensi, persepsi, konsep dasar, dan sudut pandang partisipan.
4.    Jawaban atau penilaian responden yang konsisten tidak selalu logis dalam arti sesuai dengan permasalahan yang ada. 

Sumber:
Saaty, Thomas L. & Luis G. Vargas. 2012. Models, Methods, Concept & Aplications of the Analytic Hierarchy Process, Internationel Series in Operations Research & Management Science. Second Edition. New York: Springer.


Wednesday, July 23, 2014

Produksi Bersih

Pembangunan berkelanjutan dapat diusulkan melalui rancangan kebijakan yang mendorong pada pengembangan, penyebaran dan perpindahan teknologi yang sesuai dengan tujuan meningkatkan efisiensi energi, air dan bahan baku, serta meminimalisasi terbentuknya limbah dan terlepasnya kontaminan ke media lingkungan dalam rangka menghasilkan produk dan jasa ramah lingkungan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu strategi merealisasikan pembangunan berkelanjutan adalah melalui pengembangan dan menerapkan prinsip-prinsip Produksi Bersih.
Produksi bersih didefinisikan sebagai strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya, sehingga dapat meminimalisasi risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan. Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan (Alamsyah, 2000).
Definisi produksi bersih (cleaner production) seperti yang diadopsi oleh UNEP adalah aplikasi terus-menerus strategi terintegrasi perlindungan lingkungan pada proses, produk, dan jasa-jasa untuk meningkatkan efisiensi keseluruhan, dan mengurangi resiko pada manusia dan lingkungan. Produksi bersih dapat diaplikasikan pada proses yang digunakan dalam setiap industri, untuk memproduksi, dan pada macam-macam jasa yang disediakan dalam masyarakat.
Produksi bersih berfokus pada strategi untuk secara terus-menerus mengurangi polusi dan dampak lingkungan melalui pengurangan di sumbernya yaitu menghilangkan limbah dalam proses. Bagi proses produksi, produksi bersih dihasilkan dari satu atau kombinasi mengkonservasi material mentah, air, energi, menghilangkan material mentah beracun dan berbahaya; dan mengurangi jumlah dan toksisitas semua emisi dan limbah di sumbernya selama proses produksi. Bagi produk, produksi bersih bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan, kesehatan, dan keselamatan produk selama keseluruhan siklus hidupnya, dari ekstraksi material mentah, melalui pembuatan, penggunaan, sampai pembuangan akhir dari produk. Bagi jasa, produksi bersih mengimplikasikan penggabungan perhatian lingkungan kedalam disain dan pengiriman jasa.
Produksi bersih mengacu pada mentalitas seberapa baik barang-barang dan jasa diproduksi dengan dampak lingkungan minimum di bawah batasan teknologis dan ekonomis sekarang. Produksi bersih tidak menghalangi pertumbuhan, hanya menekankan bahwa pertumbuhan harus berkelanjutan secara ekologis. Produksi bersih sebaiknya tidak dianggap hanya sebagai strategi lingkungan, karena juga berhubungan dengan pertimbangan ekonomis. Dalam konteks ini, limbah dianggap sebagai ‘produk’ dengan nilai ekonomi negatif. Setiap aksi untuk m engurangi konsumsi material mentah dan energi, dan mencegah atau mengurangi pembangkitan limbah, dapat meningkatkan produktivitas dan membawa manfaat keuangan pada perusahaan.
Produksi bersih adalah strategi ‘win-win’, yaitu dengan tetap melindungi lingkungan, konsumen, dan pekerja sementara juga memperbaiki efisiensi industri, profitabilitas, dan daya kompetitif. Perbedaan kunci antara kontrol polusi dan produksi bersih adalah dari segi waktu. Kontrol polusi terjadi setelah peristiwa (after-the-event),  pendekatan reaktif dan mengolah. Produksi bersih adalah filosofi antisipasi dan pencegahan dengan melihat ke depan.
Diperkenalkan oleh UNEP tahun 1989, produksi bersih adalah aplikasi berkelanjutan dari strategi lingkungan preventif terintegrasi yang diaplikasikan pada proses, produk, dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dan mengurangi resiko bagi manusia dan lingkungan. Segala upaya yang dapat mengurangi jumlah bahan berbahaya, polutan, atau kontaminan yang terbuang melalui saluran pembuangan limbah atau terlepas ke lingkungan (termasuk emisi-emisi yang cepat menguap di udara) sebelum didaur ulang, doilah, atau dibuang.
Produksi adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur hidup dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan (Bappedal, 1996). Produksi bersih adalah suatu konsep holistik bagaimana suatu produk dirancang dan dikonsumsi secara benar tanpa mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Tujuan utama produksi bersih ini adalah implementasi perubahan dalam disain produk, proses manufakturing, dan teknik-teknik manajemen untuk meningkatkan efisiensi, mencegah polusi dan mengurangi limbah. Berdasarkan pada definisi dan tujuan objektif mereka, perbedaan antara eko-efisiensi dan produksi bersih adalah eko-efisiensi bermula dari isu-isu efisiensi ekonomi yang mempunyai manfaat positif pada lingkungan, sementara produksi bersih bermula dari isu-isu efisiensi lingkungan yang mempunyai manfaat ekonomi positif.
Keuntungan implementasi produksi bersih antara lain: (1) mengurangi biaya-biaya produksi melalui peningkatan efisiensi, penurunan limbah dari input material, (2) Meningkatkan produktivitas dan memperbaiki produk; (3) Mengurangi konsumsi energi; (4) Mengembalikan nilai produk sekunder (by-product); dan (5) Meminimalkan masalah pembuangan limbah termasuk biaya pengolahan limbah. Potensi kerugian dalam implementasi produksi bersih antara lain kesulitan dalam merubah sistem dan teknologi yang ada. Perubahan dalam sistem dan teknologi akan memerlukan investasi yang relatif besar, tingkatan sumber daya manusia yang baik, dan dukungan investor (OECD, 1998).
Produksi bersih diperkenalkan oleh BAPEDAL pada tahun 1993. Sejak saat itu produksi bersih terus dikembangkan dan disebarluaskan ke seluruh sektor terkait di Indonesia. Pada tahun 1995 Pemerintah Indonesia mencanangkan Komitmen Nasional Penerapan Produksi Bersih. Produksi bersih bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan di seluruh tahapan produksi. Di samping itu, produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan produksi.
Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih dituangkan dalam 5R (re-think, re - use, reduction, recovery and recycle) adalah :
  1. Re-think merupakan konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi. Implikasi dari re-think adalah: perubahan dalam pola produksi dan konsumsi yang berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan sehingga perlu dipahami secara benar analisis daur hidup produk. Upaya produksi bersih ini tidak akan berhasil tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia usaha.
  2. Reuse atau menggunakan kembali adalah teknologi yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa mengalami perlakuan fisika, kimia, dan biologi. Implikasi dari re-use adalah penggunaan kembali un-treated water, pemakaian kemasan bahan kimia untuk bahan kimia sejenis.
  3. Reduction atau pengurangan limbah pada sumbernya adalah teknologi yang dapat mengurangi atau mencegah timbulnya pencemaran di awal produksi. Implikasi dari reduction adalah mengurangi dan meminimalisasi penggunaan bahan baku, air dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku berbahaya dan beracun serta mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dari atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta resikonya terhadap manusia.
  4. Recovery adalah teknologi untuk memisahkan suatu bahan atau energi dari suatu limbah untuk kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia, dan biologi. Implikasi recovery adalah : Me-recover krom pada limbah padat dari industri kulit, me-recover timah hitam dari limbah aki bekas dan lain-lain.
  5. Recycling atau daur ulang adalah teknologi yang berfungsi untuk memanfaatkan limbah dengan memproses kembali ke proses semula yang dapat dicapai melalui perlakuan fisika, kimia, dan biologi. Implikasi recycling adalah: daur ulang limbah plastik menjadi bijih plastik, daur ulang air proses, energi dan lain-lain.

Prinsip-prinsip tersebut lebih diarahkan pada pengaturan diri sendiri (self regulation) daripada pengaturan secara commond and control. Jadi pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah sikap dan perilaku seluruh  stakeholder. Manfaat penerapan produksi bersih adalah: mengurangi terbentuknya pencemar, mencegah berpindahnya pencemar dari suatu media ke media lain, mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, memberikan peluang untuk mencapai sistem manajemen lingkungan, mengurangi biaya pentaatan hukum, menghindari biaya pembersihan lingkungan, dan memberi keunggulan daya saing di pasar internasional (Noor, 2006).
Produksi bersih dilakukan dengan cara mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi. Penerapan produksi bersih dapat:
  • Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih terdapat strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, yang dapat mengurangi biaya investasi untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan.
  • Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pengurangan limbah, daur ulang, pengolahan dan pembuangan yang aman.
  • Memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui penerapan proses produksi dan penggunaan bahan baku dan energi yang lebih efisien (konservasi sumberdaya, bahan baku dan energi).
  • Mendukung prinsip environmental equity dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
  • Mencegah atau memperlambat terjadinya degradasi lingkungan dan memanfaatkan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah di dalam proses.
  • Memelihara ekosistem lingkungan.
  • Memperkuat daya saing produk di pasar internasional.

Strategi produksi bersih memiliki makna yang luas mengingat di dalamnya termasuk usaha pencegahan pencemaran melalui pilihan jenis proses yang ramah lingkungan, minimalisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih. Dengan adanya perkembangan dan perubahan cara pandang dalam pengelolaan limbah, konsep produksi bersih menjadi pilihan kebijaksanaan pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Pustaka:
Alamsyah, T. 2000. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Perkebunan. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit – II. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 13 – 14 Juni 2000.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1995. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/ Kep-Men-LH/10/1995. Jakarta Lampiran B.IV.

Noor, E. 2006. Produksi Bersih. Materi Pelatihan Dosen PTN dan PTS SeJawa – Bali dalam Bidang Audit Lingkungan. Bogor.

Organization for Economic Cooperation and Development. 1998. OECD work on Sustainable Development. A discussion paper on work to be undertaken over the period 1998–2001. www.oecd.org/subject/sustdev/ oecdwork.htm.

Monday, July 14, 2014

Sistem Manajemen Lingkungan

Conference on Human and Enviromental oleh PBB pada tahun 1972 di Stockholm mendorong terjadinya kepedulian terhadap hubungan yang signifikan antara dunia usaha dan lingkungan. Konferensi tersebut melahirkan konsep pembangunan berkelanjutan (Djajadiningrat, 1997). Pembangunan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Komisi Brundtland menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu kondisi yang kaku mengenai keselarasan, tetapi lebih merupakan suatu proses perubahan yang mana eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, dan perubahan institusi dibuat konsisten dengan masa depan seperti halnya kebutuhan saat ini. Pembangunan berkelanjutan mencakup pengertian bahwa kalangan industri harus mulai mengembangkan sistem manajemen lingkungan yang dilaksanakan secara efektif.
Dalam pengelolaan lingkungan dikenal tiga standar, yaitu (1) British Standard (BS 7750): 1994 yang berlaku di Inggris; (2) Environmental Management Audit Scheme, (EMAS) yang berlaku di Uni Eropa; dan (3) ISO seri 14000. ISO seri 14000 merupakan standar internasional yang menjadi sarana penting dalam perdagangan global yang terbuka dan tidak memihak, khususnya berkaitan dengan pemberian perlakuan yang tepat dalam penanganan masalah lingkungan (Simatupang, 1995).
Penerapan ISO seri 14000 dalam perdagangan global adalah salah satu bentuk konkrit dari implementasi konsep pembangunan berkelanjutan. Simatupang (1995) menggarisbawahi terbitnya ISO seri 14000 pertengahan 1996 merupakan babak baru dalam standarisasi perdagangan dunia setelah diterapkan ISO seri 9000 yang dianggap cukup handal dalam bidang Sistem Manajemen Kualitas (QMS). Dengan demikian, standar ISO seri 14000 dapat digunakan sebagai sarana meningkatkan daya saing dalam menembus pasar internasional dan sekaligus dijadikan faktor penggiat dalam mengembangkan upaya pengelolaan lingkungan.
Standar ISO seri 14000 bertumpu pada prinsip perbaikan terus-menerus (continous improvement) dengan membawa elemen baru bagi peningkatan manajemen organisasi, yaitu pendekatan sistem manajemen untuk mengoptimalkan seluruh kinerja lingkungan dan menengahi setiap kerusakan lingkungan. Penerapan ISO seri 9000 difokuskan pada kepuasan pelanggan dan persyaratan kualitas internal, sedangkan penetapan ISO seri 14000 membuat perusahaan bukan saja mampu memuaskan pelanggan dan masyarakat tetapi sekaligus dapat memenuhi persyaratan peraturan lingkungan yang diberlakukan.
Dalam ISO/DIS (Draft of International Standard) 14001, perbaikan terus-menerus ini harus dapat mengoptimalkan lima bidang kegiatan dalam model Sistem Pengelolaan Lingkungan (EMS) yang saling berhubungan dan bersamaan, yaitu (1) peninjauan manajemen; (2) kebijakan lingkungan, (3) perencanaan: aspek lingkungan; aspek hukum, persyaratan sasaran dan target; program pengelolaan lingkungan; (4) implementasi dan operasi: struktur dan pertanggungjawaban; pelatihan dan kepatuhan; komunikasi; dokumentasi sistem pengelolaan lingkungan; pengendalian dokumen; pengendalian operasional; kesiapan dan reaksi pada keadaan darurat; dan (5) pemeriksaan dan tindakan perbaikan; monitoring dan pengukuran; tanpa konfirmasi dan tindakan korektif dan pencegahan; pencatatan; audit sistem pengelolaan lingkungan.
Keuntungan yang didapatkan perusahaan setelah mengimplementasikan SML ISO 14001 tergantung cara menerapkan standar ISO 14001. Dampak positif penerapan ISO 14001 yang paling baik bagi lingkungan adalah pengurangan limbah. Sertifikasi diberikan bila lembaga sertifikasi yang melakukan penelitian atau audit terhadap proses dan dokumentasi pabrik tersebut melihat kesesuaian pelaksanaan SML di pabrik tersebut dan berpendapat bahwa pabrik mempunyai SML yang memenuhi standar ISO 14001 dan menerapkan SML terus menerus secara aktif dalam kegiatan sehari-hari di pabrik. Sekali sertifikat sudah diberikan, kegiatan SML perlu dilaksanakan dan diawasi dengan cara audit di lapangan minimal 2 kali setahun oleh lembaga sertifikasi SML yang telah memperoleh akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (Hadiwiardjo, 1997).

Pustaka:
Djajadiningrat, S.T. 1997. Konsep Produksi Bersih dalam Industri Kaitannya dengan ISO 14000 serta Strategi Implementasinya. Jurnal Ekonomi Lingkungan Edisi VII, Desember 1997. ISSN 0853-7149. Center for Economic and Enviroment Studies (CEES). Jakarta.

Hadiwiardjo, B.H. ISO 14001. 1997. Paduan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Simatupang, B.M. 1995. Mengantisipasi ISO Seri 14000. Harian Kompas. Jakarta.

Sertifikasi Ekolabel Pada Industri Kertas

Terdapat beberapa kriteria yang harus dilakukan oleh sebuah industri apabila ingin mendapatkan sertifikasi ekolabel, hal ini termasuk dalam ...