Sunday, August 21, 2016

Tutorial Cara Translate PDF Bahasa Inggris - Menggunakan Microsoft Word

Salah satu yang menjadi kendala dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah bagi sebagian mahasiswa dalam membuat makalah adalah minimnya sumber pustaka (jurnal) yang berbahasa Indonesia pada beberapa bidang keilmuan tertentu. Hal ini akan dapat membuat mahasiswa menjadi kesulitan mengingat sebagian besar literature atau sumber pustaka (jurnal) dalam Bahasa Inggris. Jurnal-jurnal tersebut sebagian besar dalam bentuk  PDF, dimana  sebagian ada yang berbayar dan sebagian bebas untuk di download. Pada kesempatan ini, saya mencoba meringankan teman-teman dalam hal mentranslate PDF Bahasa Inggris dengan menggunakan Google Docs. Untuk itu, beberapa tools yang digunakan antara lain:

Tutorial lengkap bisa didonlot disini

Thursday, February 25, 2016

Ekosistem Abiotik

Terdapat suatu komponen ekosistem yang sangat berpengaruh besar terhadap ekosistem itu sendiri dalam suatu komponen ekosistem abiotik. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan seperti, cuaca, bencana alam, kekeringan dan banjir. Terdapat dua faktor utama dalam suatu sistem abiotik, yaitu faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik yang berpengaruh terhadap ekosistem antara lain:

  • Sinar matahari dan awan
  • Suhu rata-rata dan frekuensi suhu
  • Rata-rata persipitasi dan distribusinya sepanjang tahun
  • Angin
  • Latitude (jarak dari garis khatulistiwa)
  • Altitude (tinggi dari permukaan laut)
  • Kondisi tanah secara alami (ekosistem darat)
  • Kebakaran
  • Arus laut
  • Jumlah endapan padat


Gambar Komponen faktor fisik dan kimia dalam suatu ekosistem darat dan perairan

Adapun faktor kimia yang berpengaruh besar terhadap ekosistem antara lain:

  • Kandungan air dan oksigen dalam tanah
  • Kandungan unsur nutrisi tanaman yang larut dalam kelembaban tanah (untuk ekosistem darat) dan dalam air (untuk ekosistem air)
  • Kadar garam dalam air
  • Kandungan oksigen terlarut


Dari berbagai komponen ekosistem biotik di atas dapat digarisbawahi bahwa suatu ekosistem sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor alami dalam lingkungan ekosistem itu sendiri. Faktor-faktor tersebut harus selalu diperhatikan dalam rangka mencegah atau menghindari terjadinya bencana yang berpotensi dapat terjadi setiap waktu dan berdampak pada kehidupan manusia atau makhluk hidup lainnya yang hidup dalam ekosistem tersebut.


Sumber:
Darmono, 2001, Lingkungan hidup dan pencemaran:hubungannya dengan toksikologi sennyawa logam, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Tuesday, January 19, 2016

Ruang Lingkup Implementasi CSR Perusahaan

Implementasi CSR pada umumnya berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Hal ini tergantung pada kondisi internal perusahaan yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) Terkait dengan komitmen manajer perusahaan yang dituangkan dalam kebijakan perusahaan terkait CSR. (2) Menyangkut ukuran dan kematangan perusahaan. Perusahaan yang besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberi kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan. (3) Regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Tujuan dan misi implementasi CSR perusahaan biasanya ditentukan oleh nilai dalam perusahaan. Jika implementasi CSR dianggap sebagai nilai yang harus dipegang teguh oleh perusahaan, maka hal itu akan ikut menentukan tujuan dan misi perusahaan. Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan perusahaan harus merespon dan mengimplementasikan CSR sejalan dengan operasi usahanya, yaitu: (1) Perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat, (2) kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosa mutualisme, dan (3) implementasi CSR merupakan salah satu cara untuk meredam atau menghindari konflik sosial.
Konsep tanpa aksi adalah mimpi, aksi tanpa konsep adalah kegiatan rutin sehari-hari. Artinya CSR tidak berarti apa-apa jika hanya sebatas konsep, tapi harus diimplementasikan dengan konsep yang benar. Setidaknya implementasi CSR perusahaan energi dapat meliputi program-program seperti berikut:
  1. CSR Bidang Pendidikan, sebagai salah satu pilar pembangunan bangsa, pendidikan tidak bisa diabaikan oleh perusahaan dalam menerapkan CSR. Maka tidak mengherankan apabila pendidikan adalah bidang yang tidak terlewatkan dalam implementasi CSR setiap perusahaan energi. Misalnya memberikan beasiswa, pengadaan bantuan tenaga pengajar, pengadaaan peralatan yang menunjang pendidikan dan lain sebagainya.
  2. CSR Bidang Kesehatan, Peningkatan kesehatan suatu penduduk adalah salah satu target Milenium Development Goals (MDGs). Program CSR bidang kesehatan bisa dilakukan lewat banyak cara, disesuaikan dengan kebutuhan dan apa yang semestinya dilakukan di daerah setempat. Misalnya memberikan pengobatan gratis, pemberian bantuan makanan tambahan untuk anak-anak dan balita, serta bantuan peralatan Posyandu dan perbaikan infrastruktur Puskesmas di daerah operasional mereka dan lain sebagainya.
  3. CSR Bidang Lingkungan, Tanggungjawab terhadap perlindungan lingkungan sering kali dianggap berada dalam ranah publik. Di masa lalu pemerintah dipandang sebagai aktor utama yang mengadopsi perilaku ramah lingkungan, baik melalui regulasi, saksi dan tidak jarang melalui penawaran insentif. Sementara itu, sektor swasta hanya dilihat sebagai penyebab timbulnya masalah-masalah lingkungan. Namun, kecenderungan ini kini terbalik. Kiprah perusahaan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan secara lingkungan mulai nyata dan meluas. Misalnya melalui penanaman pohon, pengelolaan limbah perusahaan dengan baik, penggunaan peralatan yang ramah lingkungan, program bank sampah, manfaat sampah, aksi bersih-bersih, dan lain sebagainya.
  4. CSR Bidang Modal Sosial, Bidang sosial dalam konteks CSR seringkali di lihat sebagai pola bantuan sosial yang dilakukan perusahaan kepada lingkungan sekitar dalam rangka mencapai keharmonisan sosial antara perusahaan dan lingkungannnya (masyarakat). Misalnya pembangunan infrastruktur, pembinaan karang taruna, sunatan massal, bantuan sosial pesta adat, bantuan bencana alam dan lain sebagainya.

Implemetasi CSR mendatangkan berbagai manfaat baik bagi perusahaan maupun pemangku kepentingan terutama masyarakat sekitar perusahaan yang terlibat dalam program-program CSR. Manfaat bagi perusahaan yang berupaya mengimplementasikan CSR, yaitu dapat mempertahankan atau mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan, layak mendapatkan social licence to operate, mereduksi risiko bisnis perusahaan, melebarkan akses sumberdaya, membentangkan akses menuju pasar, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator, meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan serta berpeluang mendapatkan penghargaan. Sedangkan manfaat CSR bagi masyarakat dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, kelembagaan, tabungan, konsumsi dan investasi dari rumah tangga warga masyarakat.
Manfaat implementasi perusahaan dapat ditinjau dari sisi perusahaan maupun stakeholder. Jika diarahkan pada implementasi CSR dalam konteks pengembangan masyarakat, maka manfaat CSR bisa dilihat lebih spesifik bagi perusahaan dan bagi masyarakat. Perusahaan yang memberikan perhatian terhadap aktivitas yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan berpotensi lebih besar untuk mengimplementasikan CSR dalam program yang bertujuan melestarikan lingkungan. Program CSR lingkungan biasanya turut andil dalam aktivitas manajemen bencana. Manajemen bencana disini bukan saja memberikan bantuan semata kepada korban ketika terjadi bencana, namun yang lebih penting turut berpartisipasi dalam usaha-usaha mencegah terjadinya bencana sejak dini. Termasuk juga meminimalkan resiko terjadinya bencana melalui usaha-usaha pelestarian lingkungan sebagai tindakan preventif untuk. Lingkungan yang lestari tentunya dibutuhkan untuk keberlanjutan kehidupan umat manusia dalam jangka panjang.
Manfaat bagi perusahaan:
  • Reputasi dan citra perusahaan yang lebih baik
  • Lisensi untuk beroperasi secara sosial
  • Bisa memanfaatkan pengetahuan dan tenaga kerja lokal
  • Keamanan yang lebih besar
  • Infrastrtuktur dan lingkungan sosial ekonomi yang lebih baik
  • Menarik dan menjaga personel yang kompeten untuk memiliki komitmen yan tinggi
  • Menarik tenaga kerja, pemasok, pemberi jasa dan mungkin pelanggan lokal yang bermutu
  • Laboratorium pembelajaran untuk inovasi organisasi


Manfaat bagi Masyarakat
  • Peningkatan pengetahuan
  • Peningkatan keterampilan: kompetisi teknis dan personal individual atau masyarakat, keahlian komersial
  • Peluang ekonomi: penciptaan kesempatan kerja, pengalaman kerja dan pelatihan pendanaan
  • Pelestarian lingkungan: reboisasi, pencegahan bencana, dan penyuluhan tentang green life

Wednesday, January 6, 2016

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)

Hingga saat ini belum ada definisi tetang CSR yang menjadi kesepakatan secara luas. Sehinga terdapat banyak definisi CSR yang dapat digunakan untuk menjelaskan apa sebenarnya CSR itu. Seperti definisi berikut, CSR adalah tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Atau dengan kata lain, CSR sebagai tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi pemangku kepentingan yang terkena pengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung dari operasi perusahaan.
CSR adalah segala upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di setiap pilar. Menurut The World Business Council for Sustainable Development, CSR merupakan komitmen dunia usaha untuk terus bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas.
CSR adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (ISO 26000 2010). Kajian lebih lanjut atas berbagai literatur menunjukkan bahwa ada empat skema yang biasa dipergunakan untuk menjalankan CSR perusahaan yaitu: (1) kontribusi pada program pengembangan masyarakat, (2) pendanaan kegiatan sesuai dengan kerangka legal, (3) partisipasi masyarakat dalam bisnis, dan (4) tanggapan atas tekanan kelompok kepentingan.
CSR yang kini semakin marak diimplementasikan oleh berbagai macam perusahaan, mengalami evolusi dan metamorfosis dalam rentang waktu yang cukup lama (Wibisono 2007). Konsep ini tidak lahir begitu saja, akan tetapi melewati berbagai macam tahapan terlebih dahulu. Gema CSR mulai terasa pada tahun 1950-an. Pada saat itu, persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang semula terabaikan mulai mendapatkan perhatian lebih luas dari berbagai kalangan. Buku yang bertajuk Social Responsibility of the Businessman karya Howard R.Bowen yang ditulis pada tahun 1953 merupakan literatur awal yang menjadi tonggak sejarah modern CSR. Bowen dijuluki “Bapak CSR” karena karyanya tersebut.
Gema CSR bertambah ramai diperbincangkan setelah terbitnya “Silent Spring” yang ditulis oleh Rachel Carson, ia mengingatkan kepada masyarakat dunia bahwa betapa mematikannya pestisida bagi lingkungan dan kehidupan. Tingkah laku perusahaan perlu dicermati terlebih dahulu sebelum berdampak menuju kehancuran. Semenjak itu perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat perhatian yang luas. Terobosan terbesar CSR dilakukan oleh John Elkington melalui konsep “3P” (Profit, People dan Planet) yang dituangkan dalam buku “Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business” pada tahun 1997, dimana dalam buku tersebut Elkington mengemukakan konsep “3P” (profit, people, dan planet) yang menerangkan bahwa dalam menjalankan operasional perusahaan, selain mengejar profit/keuntungan ekonomis sebuah korporasi harus dapat memberikan kontribusi positif bagi people (masyarakat) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Gaung CSR kian bergema setelah diselenggarakannnya World Summit on Sustainable Development (WSSD) pada tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan. Sejak saat itulah definisi CSR kian berkembang. Adapun di Indonesia, CSR mulai marak pada tahun 2004-an.

Thursday, August 20, 2015

Analisis keputusan pada multi kriteria dalam aplikasi lingkungan

Metode analisis keputusan telah mendapatkan pijakan yang kuat di lingkungan pengambilan keputusan (Huang et al., 2011; Linkov dan Moberg, 2011; Gregory dkk., 2012). Analisis keputusan digunakan untuk menyusun situasi dan membuat keputusan yang sesuai dengan preferensi dan kepercayaan para pengambil keputusan (Clemen, 1996). Pada proses pengambilan keputusan itu sendiri, bila dilakukan secara terstruktur, dapat menghasilkan proses belajar sekaligus membantu kelompok dengan tujuan yang saling bertentangan dalam mencapai konsensus. Selain itu, analisis keputusan memberikan justifikasi analitik untuk keputusan, yang seringkali diamanatkan oleh undang-undang.
Keputusan pada permasalahan lingkungan biasanya rumit, besar dan memiliki banyak tujuan. sehingga, hal tersebut telah meningkatkan popularitas penggunaan analisis keputusan multi kriteria (MCDA) dalam konteks lingkungan. Keeney (1980) menganalisis keputusan penempatan fasilitas energi (pembangkit listrik, bendungan, kilang) ketika  terdapat dampak lingkungan, kesehatan dan keselamatan, efek sosial ekonomi dan sikap masyarakat yang dianggap sebagai tambahan terhadap kriteria teknik dan ekonomi. Lebih lanjut, Kangas dkk. (2008) menawarkan gambaran umum tentang dukungan keputusan untuk perencanaan pengelolaan hutan dengan tujuan keberlanjutan ekologi, ekonomi dan sosial.  
Metode Standar multi kriteria telah digunakan untuk mengevaluasi seperangkat pilihan diskrit didasarkan pada beberapa kriteria keputusan. Namun serangkaian pilihan seringkali terdiri dari beberapa unsur, seperti kombinasi dari beberapa kriteria atau tindakan.
Penggunaan analisis keputusan multikriteria telah mengalami peningkatan secara signifikan dalam berbagai masalah lingkungan. Huang dkk. (2011) mencatat lebih dari 300 artikel ilmiah yang diterbitkan selama 2000-2009 dimana metode MCDA telah diimplementasikan dalam berbagai masalah lingkungan. Linkov dan Moberg (2011) juga menyatakan bahwa penggunaan metode MCDA dalam masalah lingkungan telah meningkat baik secara proporsional selama tahun 1990-2010. Pengambilan keputusan pada berbagai masalah lingkungan seringkali kompleks dan melibatkan beberapa pemangku kepentingan dengan prioritas yang berbeda, yang membuat sulit untuk menyelesaikannya tanpa bantuan analisis (Kiker et al., 2005). Gregory dkk. (2012) telah mencantumkan jenis keputusan pengelolaan lingkungan yang umum.

Tabel Jenis keputusan pada manajemen lingkungan

Tipe
Apa yang dibutuhkan
Contoh
Memilih alternatif tunggal
Solusi yang transparan, informative dan didukung pada masalah kebijakan atau perencanaan
Pengembangan rencana pengelolaan pada spesies yang terancam punah
Pengembangan system pada pilihan yang berulang
System yang efisienm konsisten dan dapat mempertahankan keputusan yang kemungkinan dapat berulang
Penetapan tingkat panen tahunan atau alokasi air musiman
Pembuatan pilihan yang saling terhubung
Suatu cara untuk memisahkan keputusan menjadi pilihan yang terstruktur dari yang tinggi ke yang rendah atau perbandingan keputusan yang diambil saat ini dengan masa mendatang
Penyaringan analisis yang dilanjutkan dengan evaluasi secara rinci; keputusan yang mungkin menjadi informasi bagi investasi dalam penelitian
Rangking
Suatu cara ara untuk menempatkan tindakan atau item sesuai urutan kepentingan atau preferensi dengan kriteria yang sesuai dan jelas
Memprioritaskan daerah aliran sungai dalam upaya restorasi; peringkat proyek yang akan didanai
Rute
Pengelompokan tindakan atau item ke dalam kategori yang berbeda, sehingga bisa dievaluasi dengan tepat. Hal ini sering merupakan tindakan pendahuluan untuk penilaian yang lebih rinci.
Menseleksi aktivitas atau usulan yang tidak memenuhi syarat; mengidentifikasi proposal untuk evaluasi lebih rinci
Sumber: Gregory et al. (2012)



Pada beberapa negara yang telah mempunyai regulasi dapat menuntut penilaian yang teliti pada dampak lingkungan dari kebijakan pemerintah. Sebagai contoh, di Amerika Serikat,  pejabat yang bertanggung jawab dari suatu kebijakan akan diminta untuk memberikan pernyataan rinci terkait tentang:

  •      Dampak lingkungan dari kebijakan yang diajukan,
  • .  Efek lingkungan yang berpotensi merugikan yang tidak dapat dihindari dan harus mengimplementasikan usulan 
  •         Alternatif untuk tindakan yang menjadi usulan,
  • .      Hubungan antara penggunaan jangka pendek dari lingkungan sekitar manusia, pemeliharaan dan peningkatan produktivitas jangka panjang,
  • .  Komitmen penggunaan sumber daya yang ireversibel yang tidak dapat diperbaiki akan dimasukkan dalam tindakan yang diusulkan jika hal itu dilaksanakan.


Contoh berikutnya adalah keputusan mengenai prosedur penilaian dampak lingkungan oleh Pemerintah Finlandia yang mengimplementasikan sejumlah 52 jenis proyek dalam 12 kategori berbeda yang semuanya patuh terhadap prosedur penilaian lingkungan sebelum pelaksanaannya. Proyek-proyek tersebut misalnya pembangunan pembangkit listrik dengan output maksimal melebihi 300MW, membangun kilang minyak dan membangun rel kereta api baru untuk lalu lintas jarak jauh. Mengingat luasnya jangkauan dari proyek yang akan dibuat oleh pemerintah tersebut maka tidak mengherankan jika metode multi kriteria (MCDA) digunakan secara ekstensif. Metode MCDA yang paling umum dalam praktiknya adalah proses hirarki analitik (AHP) dan utilitas multi atribut (atau nilai).
Pengambilan keputusan pada permasalahan lingkungan seringkali rumit dan menarik perhatian berbagai multidisipliner ilmu pengetahuan yang menggabungkan ilmu sosial, fisik, politik, dan etika alami. Para pembuat keputusan pada permasalahan lingkungan seringkali menggunakan banyak tes eksperimental, model komputasi, dan alat guna menilai kesehatan manusia dan risiko ekologis yang terkait dengan tekanan lingkungan dan dampak strategi penurunan dan penurunan tingkat risiko. Namun, dengan menerapkan metode tersebut menjadi semakin sulit karena terdapat tiga alasan. Pertama, terdapat banyak risiko yang berpotensi muncul (misalnya, perubahan iklim, nanoteknologi, dan lain-lain) dimana informasinya belum tersedia dan keputusan harus dibuat dalam kondisi ketidakpastian yang signifikan. Kedua, pada banyak situasi dan tekanan situasi tradisional, beberapa baris bukti mengenai ukuran yang sama tersedia (misalnya, risiko), namun mungkin mengarah ke alternatif pengelolaan yang berbeda. Akhirnya, pemangku kepentingan, yang mungkin memiliki kepentingan dalam program tindakan tertentu, memperoleh akses yang meningkat ke semua informasi yang ada dan, karena ketidakpastian data, dapat membenarkan tindakan yang sering bertentangan. Dengan demikian, mengintegrasikan informasi yang heterogen dan tidak pasti menuntut kerangka kerja yang sistematis dan mudah dipahami guna mengatur informasi teknis dan memerlukan penilaian ahli.
Analisis keputusan multi kriteria (MCDA) menyediakan metodologi yang sistematis untuk menggabungkan masukan kriteria dengan informasi biaya / manfaat dan pandangan pemangku kepentingan untuk menentukan peringkat alternatif proyek. MCDA digunakan untuk menemukan dan mengukur pertimbangan pengambil keputusan dan pemangku kepentingan mengenai berbagai faktor (moneter) non-moneter untuk membandingkan tindakan alternatif. Terdapat banyak pendekatan yang semuanya berada di bawah payung MCDA, masing-masing melibatkan berbagai protokol untuk memunculkan masukan, struktur untuk mewakili metode-metode tersebut, algoritma untuk memahaminya, dan proses untuk menafsirkan dan menggunakan hasil formal dalam konteks pemberian saran atau pengambilan keputusan yang sebenarnya. Linkov dkk. (2006) mengaplikasikan MCDA dalam pengelolaan lingkungan yang berfokus pada pengelolaan situs yang terkontaminasi yang diipublikasikan pada tahun 1992-2002. Teknik MCDA telah diterapkan untuk mengoptimalkan pemilihan kebijakan dalam remediasi lokasi yang terkontaminasi, pengurangan kontaminan yang memasuki ekosistem perairan, optimalisasi sumber daya air dan pesisir, dan pengelolaan sumber daya lainnya. Dalam beberapa penelitian, para peneliti telah secara eksplisit mempertimbangkan pendapat kelompok masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya melalui kelompok fokus, survei, dan teknik lainnya dan secara formal mengintegrasikan pendapat ini ke dalam proses pengambilan keputusan. Banyak makalah menyimpulkan bahwa penerapan metode MCDA memberikan perbaikan yang signifikan dalam proses pengambilan keputusan dan penerimaan publik terhadap kebijakan perbaikan atau pengurangan yang disarankan. Tabel di bawah ini menjelaskan aplikasi metode pengambilan keputusan dalam permasalahan lingkungan yang diperoleh dari database ISI Web of Science dengan menggunakan kata kunci MCDA.

Tabel Aplikasi pengambilan keputusan dalam permasalahan lingkungan
Kata kunci MCDA
Frasa Lingkungan
Subyek penelitian
·         MCDA atau Multi criteria decision analysis
·         MCDA atau Multi criteria decision making
·         AHP atau Analytic Hierarchy Process
·         Outranking
·         MAUT atau  Multi-attribute utility theory
·         MAVT atau  Multi-attribute value theory
·         ELECTRE
·         ANP atau Analytic Network Process
·         Swing weight
·         Expected utility
·         TOPSIS or Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution
·         SMAA or Stochastic multicriteria acceptability analysis
·         PROMETHEE or Preference Ranking Organisation Method for Enrichment Evaluations
·         Kontaminasi atau remediasi
·         Ekosistem
·         Tanah
·         Nano
·         Pemilihan situs
·         Keberlanjutan
·         Limbah
·         Limbah atau pesisir
·         Sumber daya alam
·         Risiko dan lingkungan
·         Perairan atau terestrial
·         Energi
·         Emisi dan atmosfer
·         Ilmu lingkungan
·         Studi lingkungan
·         Teknik lingkungan
·         Ilmu sosial dan metode matematik
·         Ilmu manajemen
·         Penelitian operasional dan ilmu manajemen
Sumber: Huang et al., (2011).



Daftar pustaka:

Clemen, R. T. (1996). Making Hard Decisions. Duxbury Press.

Gregory, R., Failing, L., Harstone, M., Long, G., McDaniels, T., and Ohlson, D. (2012). Structured Decision Making: A Practical Guide to Environmental Management Choices. Wiley-Blackwell.

Huang, I., Keisler, J., and Linkov, I. (2011). Multi-criteria decision analysis in environmental sciences: Ten years of applications and trends. Science of the Total Environment, 409(19):3578–3594.

Kangas, A., Kangas, J., and Kurttila, M. (2008). Decision support for forest management, volume 16. Springer.

Keeney, R. L. (1980). Siting energy facilities. Academic Press New York.

Kiker, G., Bridges, T., Varghese, A., Seager, T., and Linkov, I. (2005). Application of multicriteria decision analysis in environmental decision making. Integrated Environmental Assessment and Management, 1(2):95–108.

Linkov, I. and Moberg, E. (2011). Multi-criteria decision analysis: environmental applications and case studies. CRC Press.

Linkov I, Satterstrom FK, Kiker G, Batchelor C, Bridges T, Ferguson E. From comparative risk assessment to multi-criteria decision analysis and adaptive management: Recent developments and applications. Environment International 2006a; 32: 1072–1093.

RobĂ©rt KH., SchmidtBleek B., Aloisi de Larderel J., Basile G., Jansen J.L., Kuehr R., Price Thomas P., Suzuki M., Hawken P. and Wackernagel, 2002. Strategic sustainable development – selection, design and synergies of applied tools. Journal of Cleaner Production 10:197214.


Thursday, April 23, 2015

IDENTIFIKASI RISIKO KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA PEKERJA PENGUMPUL SAMPAH MANUAL DI JAKARTA SELATAN

Abstract
Waste collection is one of the activities that should be performed on the waste management process. This activity can pose a potential high risk given the dangers that may arise while direct contact with the garbage and activities conducted. This study aims to identify potential risks to the health and safety of workers garbage collector. The survey uses a structured questionnaire distributed to 25 the refuse collector randomly selected in Srengseng Sawah-Jagakarsa, South Jakarta. Descriptive statistics were used to analyse the data collected. The the garbage collectors who agreed the use of personal protective equipment at work is approximately 64% or around 16 respondents. Musculoskeletal disorders suffered by respondents is around 19 people, or roughly 76%. The Respondents who suffered puncture wounds as a result of did not use gloves were 23 respondents or approximately 92%. Wrist and lower back are the most common musculoskeletal disorder that affects approximately 23 respondents. Generally, workers require personal protective equipment in order to prevent and reduce accidents. Improvement measures should be always be done such as healthy behaviour, use of personal protective equipment and the development of working methods based on ergonomic principles.
Keywords: Health risks, the garbage collectors, South Jakarta, accidents, musculoskeletal



Saturday, April 11, 2015

APPLICATION ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP): A CASE STUDY OF E-WASTE MANAGEMENT IN SURABAYA, INDONESIA


ABSTRACT
Increasing the quantity of e-waste is a concern to all stakeholders in most countries in the globe. The paper explains the method of Analytic Hierarchy Process (AHP) is applied with Expert Choice software to choose some variables that influence the management of electronic waste in the city of Surabaya. There are five variables contained in the management of electronic waste such as: Technology, Financial, Environmental, Social and Methods. Questionnaires carried out to select the five variables. Replication and questionnaire design was modified from the World Bank and UNEP. Questionnaires were distributed to five key informants located in the city of Surabaya. The result using Expert Choice software shows the values of the preference variables electronics waste management in the city of Surabaya i.e. Technology = 0.095, Financial = 0.251, = 0.455 Environmental, Social = 0.154, Method = 0.046. The judgments were found to be consistent, precise and justifiable with narrow marginal inconsistency values. This paper also provides a thorough sensitivity analysis to express the confidence in the drawn conclusions. Keywords: E-waste, AHP, expert choice, sensitive analysis, Surabaya.


Link artikel:

Sertifikasi Ekolabel Pada Industri Kertas

Terdapat beberapa kriteria yang harus dilakukan oleh sebuah industri apabila ingin mendapatkan sertifikasi ekolabel, hal ini termasuk dalam ...