Hingga saat ini belum ada definisi tetang CSR yang menjadi kesepakatan secara luas. Sehinga terdapat banyak definisi CSR yang dapat digunakan untuk menjelaskan apa sebenarnya CSR itu. Seperti definisi berikut, CSR adalah tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Atau dengan kata lain, CSR sebagai tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi pemangku kepentingan yang terkena pengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung dari operasi perusahaan.
CSR adalah segala upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di setiap pilar. Menurut The World Business Council for Sustainable Development, CSR merupakan komitmen dunia usaha untuk terus bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas.
CSR adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (ISO 26000 2010). Kajian lebih lanjut atas berbagai literatur menunjukkan bahwa ada empat skema yang biasa dipergunakan untuk menjalankan CSR perusahaan yaitu: (1) kontribusi pada program pengembangan masyarakat, (2) pendanaan kegiatan sesuai dengan kerangka legal, (3) partisipasi masyarakat dalam bisnis, dan (4) tanggapan atas tekanan kelompok kepentingan.
CSR yang kini semakin marak diimplementasikan oleh berbagai macam perusahaan, mengalami evolusi dan metamorfosis dalam rentang waktu yang cukup lama (Wibisono 2007). Konsep ini tidak lahir begitu saja, akan tetapi melewati berbagai macam tahapan terlebih dahulu. Gema CSR mulai terasa pada tahun 1950-an. Pada saat itu, persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang semula terabaikan mulai mendapatkan perhatian lebih luas dari berbagai kalangan. Buku yang bertajuk Social Responsibility of the Businessman karya Howard R.Bowen yang ditulis pada tahun 1953 merupakan literatur awal yang menjadi tonggak sejarah modern CSR. Bowen dijuluki “Bapak CSR” karena karyanya tersebut.
Gema CSR bertambah ramai diperbincangkan setelah terbitnya “Silent Spring” yang ditulis oleh Rachel Carson, ia mengingatkan kepada masyarakat dunia bahwa betapa mematikannya pestisida bagi lingkungan dan kehidupan. Tingkah laku perusahaan perlu dicermati terlebih dahulu sebelum berdampak menuju kehancuran. Semenjak itu perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat perhatian yang luas. Terobosan terbesar CSR dilakukan oleh John Elkington melalui konsep “3P” (Profit, People dan Planet) yang dituangkan dalam buku “Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business” pada tahun 1997, dimana dalam buku tersebut Elkington mengemukakan konsep “3P” (profit, people, dan planet) yang menerangkan bahwa dalam menjalankan operasional perusahaan, selain mengejar profit/keuntungan ekonomis sebuah korporasi harus dapat memberikan kontribusi positif bagi people (masyarakat) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Gaung CSR kian bergema setelah diselenggarakannnya World Summit on Sustainable Development (WSSD) pada tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan. Sejak saat itulah definisi CSR kian berkembang. Adapun di Indonesia, CSR mulai marak pada tahun 2004-an.
No comments:
Post a Comment