Semua sampah dapat dikelola baik secara di reduce, reuse dan recycle. Tentunya mendesak pihak industri untuk menggunakan bahan kimia recycle, harganya menjadi mahal. Metode reduce tidak akan mengurangi sampah melainkan hanya menunda siklusnya saja. Pengelolaan sampah pada dasarnya mencakup lima aspek. Lima aspek itu adalah mencegah pada sumbernya (pollution prevention), mengurangi jumlah sampah (waste minimation), mendaur ulang (recycling), mengolah yang tidak dapat didaur ulang (treatment) dan membuang (disposal). Untuk prinsip pertama hingga ketiga, berkaitan erat dengan kultur masyarakat sedangkan prinsip keempat dan kelima berkaitan dengan teknologi.
Model pengelolaan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan tumpukan. Model pertama merupakan cara yang paling sederhana yaitu sampah dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan, yaitu untuk kota yang volume sampahnya tidak begitu besar. Sedangkan untuk model pengelolaan sampah dengan tumpukan dilengkapi dengan unit saluran air untuk buangan, pengelolaan air untuk buangan (leachatte) dan pembakaran akses gas metan (flare). Model seperti ini sudah memenuhi persyaratan lingkungan dan banyak diterapkan di kota-kota besar, namun sayang model tumpukan ini tidak lengkap tergantung dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat.
Model pengelolan sampah di luar negri seperti yang dilakukan oleh negara-negara di Eropa, Australia dan Jepang. Mereka sedang bekerja ke arah suatu target yaitu pengurangan timbunan sampah sebanyak 75 persen, yaitu fokus pada 3R (reduce, recyle dan reuse). Pengelolaan sampah sudah
dimulai di rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan sampah anorganik, kantong sampah terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang, warna kantung sampah dapat dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik dibawa oleh truk yang memiliki drum berputar dilengkapi pisau pencacah dan mikroba perombak bahan organik.
Kota DKI Jakarta memiliki lokasi TPA di daerah Bantar Gebang- Bekasi. Model pengelolaan sampah dengan teknik Activated sludge system (danau yang diberi aerasi dengan pengaduk bertenaga besar). Dalam pelaksanaannya Pemda Jakarta membayar Royalty fee kepada Pemda Bekasi Rp 60
juta/ton sampah. Tujuan ASC agar terhindar dari bau, pemandangan yang tidak sedap, dan kemunculan penyakit kulit dan para-paru. Namun, pada tahun 2005 penduduk sekitar TPA terserang penyakit dermatitis sebanyak 2.710 orang. Pemisahan material organik dilakukan oleh pemulung terbukti efektif mengatasi permasalahan sampah serta menjadi sentra ekonomi. Permasalahan lain adalah volume sampah semakin meningkat dan tidak bisa ditampung oleh areal yang ada.
Bandung memiliki lokasi di banyak TPA, seperti Beberapa daerah sempat dijadikan TPA (yaitu Jelekong, Cicabe, Cikubang, dan yang terakhir Sarimukti), namun semuanya hanya bersifat sementara karena keterbatasan kapasitas lahan. Pada awalnya setelah tragedi longsoran sampah di TPA Leuwigajah pada tahun 2004, Pemkot Bandung sudah merencanakan pengelolaan sampah dengan cara pembakaran untuk menghasilkan listrik, namun karena permasalahan tempat yang
masih mendapat penolakan dari masyarakat Gedebage, proyek tersebut di hibahkan ke Pemkab Bandung.
Kota Surabaya memiliki TPA di daerah Sukolilo dan Sidoharjo, dalam pengelolaan sampahnya dinas kebersihan dari Pemkot Surabaya memiliki unit Incinerator (mesin pembakar dari Inggris). Pada
kenyataanya di TPA Sukolilo, aplikasi Incinerator kurang sesuai karena kadar air sampah di Indonesia sangat tinggi (lebih dari 80 persen). Untuk TPA Sidoharjo, dalam pengelolaannya di TPA tersebut Salinitasnya telah menghambat kerja aktivitas kerja mikroba, air buangan dapat mengotori/merusak perairan terdekat.
Pengelolaan sampah untuk kota Solo, sampah yang terkumpul di alokasikan ke TPA Mojosongo yang memiliki model tumpukan, sampah yang telah menjadi kompos dibagi-bagikan secara gratis kepada masyarakat. Hewan ternak yang dilepas di areal TPA, pada tahun 1995 mencapai 1000 ekor. Di setiap pagi puluhan truk-truk parkir di sepanjang TPA untuk mengagkut kaleng, alumunium, besi, plastik dan kertas/karton. Yogyakarta memiliki tumpukan yang dilengkapi dengan unit pengolahan sampah masinal (mesin) yang dikelola oleh Pemda setempat.
Bogor memiliki TPA yang berlokasi di Desa Galuga, model yang dipilih adalah dengan tumpukan. Curah hujan yang tinggi, menyebabkan pembusukan berjalan lambat Incinerator dari Prancis mengalami kegagalan seperti di Surabaya. Untuk kota seperti Kuningan, Sumedang, Garut, Ciamis dan Tasikmalaya sistem pengelolaan sampahnya hanya dengan urugan, dimana sampah yang terkumpul di buang ke lembah.